Rabu, 13 Juni 2012

Nichiren shosho

klik disini

BUDDHISME ZEN

klik disini

Aliran Tantrayana, Mantrayana dan Vajrayana


a. Aliran Tantrayana


Tantra itu menggabungkan keperluan kebaktian dari umat dengan latihan meditasi dari sekte Yogacara, dan dengan metafisika-Madhyamika. Walaupun keseluruhannya, dan sudah tentu akan adanya suatu kekeliruan besar untuk menginterpretasikan Buddhism-Tantra sebagai suatu gerakan dari penyatuan.

Tantra itu mewakili di antara sekte-sekte Mahayana, panca indera mengenai semangat, secara tradisi ditegaskan sebagai terdiri dari perawatan dan hasil dari yang bermanfaat, dan menghapuskan serta
gangguan dari yang tidak bermanfaat, keadaan mengenai pikiran. Dengan keadaan bermanfaat dari Jhana, atau Dhyana, pikiran yang terutama dimaksudkan. Maka dari itu kepentingan yang didominasi Tantra bukanlah teori tetapi praktek.

Yogacarin menekankan Meditasi, walaupun asalnya suatu protes terhadap satu sisi, akhirnya bertemu nasib yang sama, dimengerti untuk mengartikan bukan perolehan yang sebenarnya dari dhyana tapi suatu teori, bukan mengatakan spekulasi, interpretasi mengenai existensi di dalam cahaya dari pengalaman ini.

b.      Aliran Mantrayana

sebagai keadaan hal yang sebenarnya dengan cabang-cabang Tantra Chinese dan Jepang, istilah Mantrayana berlanjut di dalam penggunaan sebagai suatu petunjuk kolektif tidak hanya untuk memperkenalkan tapi juga untuk tingkat lebih lanjut dari gerakan Tantra, dan seperti itu dari satu sekarang.

Ada empat jenis Mantrayana :
  • rendah
  • menengah
  • unggul
  • dan yang paling baik

kelas Tantra dirancang untuk memenuhi kebutuhan empat jenis murid. Empat kelas mirip dengan "empat pintu":

  • Tantra Ritual
  • Perilaku Tantra
  • Yoga Tantra
  • Yoga dan Tantra tanpa tandingan.
Kalachakra adalah milik kelas Tantra Yoga tanpa tandingan.


c.       Aliran Vajrayana

Adapun tujuan akhir daripada Vajrayana ialah : Mencapai kesempurnaan dalam pencerahan dengan tubuh fisik kita saat ini, di kehidupan ini juga, tanpa harus menunggu hingga kalpa2 yang tak terhitung.

 vajrayana atau kadang ditulis Vajrayana, adalah suatu ajaran Buddha yang di Indonesia lebih sering dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain yang digunakan, seperti
misalnya: mantrayana, ajaran mantra rahasia, ajaran Buddha eksoterik. Vajrayana adalah merupakan ajaran yang berkembang dari ajaran Buddha Mahayana, dan berbeda dalam hal praktek, bukan dalam hal filosofi.

Dalam ajaran Vajrayana, latihan meditasi sering dibarengi dengan visualisasi. Istilah "Vajrayana"
berasal dari kata vajra yang dalam bahasa sanskerta bermakna 'halilintar' atau 'intan'. Vajra melambangkan intan sebagai unsur terkeras di bumi, maka istilah Vajrayana dapat bermakna "Kendaraan yang tak dapat rusak".

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI KOREA DAN JEPANG


  1. A.     Sejarah dan Perkembangan Agama Buddha di Korea Pra-Sejarah

Agama Buddha pertama kali diperkenalkan di Korea pada tahun 372 M pada periode pemerintahan Kerajaan Geguryeo oleh seorang biarawan yang bernama Sundo yang berasal dari Dinasti Qian Qin di China. Kemudian, pada tahun 384 M, biarawan Malanda membawa agama Buddha ke Baekje dari Negara bagian Timur Jin di China. Dan pada masa Kerajaan Sila, agama Buddha disebarluaskan oleh Bikhu Ado dari Geguryeo pada pertengahan abad ke-5.

Adapun tiga wilayah kerajaan persebaran agama Buddha di Korea, yaitu meliputi:
-         Koguruyu, tahun 375 SM-668 M
-         Baekje, tahun 18 SM-660 M
-         Silla, tahun 57 M-935 M
Jika dilihat dari tahun berkembangnya agama Buddha di Korea, dapat disimpulkan bahwa pertama sekali yang menerima agama Buddha adalah wilayah Kerajaan Koguruyu dan terakhir adalah wilayah Kerajaan Silla. Adapun asal-mula pembagian kerajaan ini, ialah adanya persaingan ekonomi dan militer diantara tiga kerajaan ini dan memperebutkan Semenanjung Korea.
Masa keemasan agama Buddha di Korea terjadi ketika masa pemerintahan Dinasti Wang, yaitu kira-kira pada abad ke-11. Banyak kuil dan biara yang dibangun, serta jumlah pemeluk agama Buddha yang meningkat secara tetap. Ketika kekuasaan Dinasti Wang, Semenanjung Korea diambil-alih oleh Dinasti Yuan dari Kerajaan Mongol, sehingga agama Buddha di Korea banyak dipengaruhi oleh Lamanisme yang berasal dari Tibet. Setelah Dinasti Yuan dikalahkan oleh Dinasti Rhee dari Chosen Korea, dinasti ini menerima ajaran Konghucu dan membenamkan ajaran Buddha. Namun, ketika Dinasti Silla pada tahun 668 M berhasil menyatukan Semenanjung Korea, agama Buddha dijadikan sebagai agama Negara, walaupun sistem pemerintahannya masih berdasarkan prinsip-prinsip Konfusianisme.

  1. B.     Agama Buddha di Korea Zaman Modern

Agama Buddha di Korea pada zaman modern, menganut sekte Buddha Seon (Zen) dengan mempercayai Buddha Amitaba. Selain itu, Zen tetaplah menjadi suatu ajaran Buddha yang menekankan kepada pencerahan terhadap diri manusia, ketenangan dan ketidakabadian. Ajaran-ajaran pokok inilah yang dapat membantu siapapun yang mempelajarinya untuk dapat mengendalikan emosi dan berbuat baik, sehingga tercapai suatu keselarasan hidup dan pencerahan. Mungkin ajaran-ajaran seperti inilah yang tetap dijaga eksistensinya untuk menyokong agama-agama mayoritas yang telah ada di dunia.

  1. C.     Sejarah dan Perkembangan Agama Buddha di Jepang

Sebelum agama Buddha masuk ke Jepang, pada saat itu keadaan agama Jepang masih berupa kumpulan-kumpulan kepercayaan tanpa nama dari berbagai pemujaan alam, arwah nenek moyang dan shamanisme. Seorang kaisar Jepang yang pertama dan suku Yamato yang pertama, yaitu Jimu Teno sepakat untuk memeluk agama Shinto.
Agama Buddha masuk ke Jepang diperkirakan pada tahun 853 atau 552 M. ketika sebuah kerajaan kecil di Korea mengirimkan sebuah delegasi kepada Kaisar Kimmeo Tenno di Jepang. Di samping membawa hadiah, delegasi tersebut juga meminta agar kaisar dan rakyatnya memeluk agama Buddha. Suku Soga menerima agama ini, tetapi suku-suku lainnya menolak karena dianggap menghina kepercayaan mereka, terutama para dewa mereka.
Tokoh utama dalam penyebaran agama Buddha di Jepang adalah Pangeran Shotoku Taishi (547-621 M) yang naik tahta pada 593 M yang peranannya dalam agama Buddha dapat disejajarkan dengan Raja Asoka di India. Ia juga menjadikan agama Buddha sebagai agama Negara, dan ia juga menerjemahkan sendiri kitab suci Sadharma Pindarika, Vimalakirti, dan Srimalasutra yang sangat berpengaruh dalam pembentukan filsafat Buddhis di Jepang hingga hari ini. Pada tahun 607 M, ia mendirikan kuil-kuil di Nara dan Haryuji yang merupakan kuil tertua dan masih berdiri sampai sekarang.
Pada periode ini, tercatat enam sekte yang muncul di Jepang, yaitu:
1)      Kusha
2)      Sanron
3)      Jojitsu
4)      Kegon
5)      Hosso
6)      Ratsu
Kemudian, pada periode pemerintahan Nara yaitu pada tahun 710-884 M, agama Buddha mengalami kemajuan yang sangat pesat, karena banyak suku dan bangsawan berpengaruh dan memeluk agama Buddha. Pada periode ini muncullah enam sekte. Seperti yang telah disebutkan di atas, namun yang masih bertahan hanyalah sekte Hosso yang berpusat di kelenteng Kofukuji dan Yakushiji, serta sekte Kegon yang berpusat di kelenteng Todaiji dan sekte Ritsu yang berpusat di kelenteng Toshodaiji.
Pada zaman Kamakura mulai timbul feodalisme di Jepang. Aliran-aliran agama Buddha yang tumbuh dalam suasana feodalisme tersebut di antaranya adalah Zen yang diperkenankan oleh Eisai (1141-1215), Dogen (1200-1253) serta Nichiren yang didirikan oleh Nichiren (1222-1282).
  • Sekte Zen, merupakan sekte hasil jalur Sutra dengan ajaran Bodhidharma. Sekte Zen akhirnya terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu ;
1)      Soto Zen dengan tokohnya Dogen. Sekte ini banyak dianut oleh kalangan prajurit dan petani.
2)      Rinzai dengan tokohnya Eisai. Sekte ini berkembang di kalangan militer dan aristrokrat serta menjadi tulang punggung kelas penguasa dan militer.

  • Sekte Amida, atau sering disebut dengan nama ‘Tanah Suci’, mengemukakan ajaran keselamatan dengan cara mempercayai Buddha secara mutlak dan menyebut Amida, seseorang yang akan mendapat keselamatan. Objek pemujaannya adalah patung Amida Buddha serta dilengkapi dengan patung Bodhisatwa Kwan On dan patung Deiseishi.
  • Sekte Nichiren Sozu, Pada abad ke-13, agama Buddha di Jepang menghasilkan seorang pembaharu yakni Bhikṣu Nichiren (1222-1282). Pemimpin yang memiliki kharisma ini mengajarkan bahwa keselamatan dapat dicapai dengan mengucapkan kata-kata suci NamaMyohorengekyo (terpujilah Sadharmapundarika Sūtra) dan beliau tidak ragu-ragu untuk mengkritik orang lain. Sekte ini memiliki ideologi yang ingin mengembalikan agama Buddha kepadanya bentuknya yang murni dan akan dijadikan sebagai perbaikan oleh masyarakat di Jepang. Sekte ini menolak ritualisme dan sentimentalisme Sekte Amida, melawan semua kesalahan, agresif dan bersifat eksklusif.


Dengan berakhirnya periode Kamakura, maka di Jepang tidak terdapat perkembangan agama yang jelas, selain berkembangnya beberapa aliran. Pada zaman Edo (1603-1867), agama Buddha sudah kembali menjadi agama nasional di bawah perlindungan Shogun Tokogawa. Agama Buddha di Jepang menjadi alat pemerintahan. Agama Buddha tidak begitu populer di kalangan masyarakat pada masa pemerintahan Meiji (1868-1912). Pada waktu itu, muncul usaha untuk menjadikan agama Shinto sebagai agama Negara, dengan cara memurnikan ajaran Shinto yang telah bercampur dengan Buddha. Cara yang dilakukan adalah dengan menyita vihara dan membatasi gerak-gerik para bhikku. Namun, keadaan tersebut berubah setelah restorasi Meiji pada tahun 1868. Agama Buddha menghadapi saingan dari agama asli, yaitu Shinto. Namun hal ini dinetralisir dengan kebebasan memeluk agama yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Jepang.

Perkembangan Buddhisme di India, Asia tengah Dan Asia timur


A. Agama Buddha di India


    Sejarah perkembangan agama Buddha di India dibagi menjadi tiga periode, yaitu:

    • Masa Perkembangan Awal hingga Konsili Agung Kedua Masa
    • Kekuasaan Raja Asoka
    • Masa Kemunduran agama Buddha di India


    1)     Masa Perkembangan Awal

    Terjadinya perbedaan pendapat antara Bhikkhu. Yang mana ada kelompok bhikkhu yang masih tetap mempertahankan agama Buddha dan memelihara kemurnian ajarannya yang disebut dengan Mahasanghika, dan ada pula sekelompok bhikkhu yang ingin merubah aturan yang telah ditetapkan
    karena dirasa berat untuk dilaksanakan yang disebut dengan Theravada. Oleh sebab itu, diadakan Konsili di RajaGraha dan dihadiri oleh 500 arahat dengan tujuan untuk mengumpulkan ajaran-ajaran yang telah disusun secara sistematis di dalam kitab Tripitaka. Adapun secara singkatnya konsili I sampai konsili IV sebagai berikut:


    • KONSILI I
    Dilaksanakan RajaGraha, yang bertujuan untuk mengumpulkan ajaran-ajaran dalam Tripitaka  

    • KONSILI II

    Dilaksanakan di Vesali, Tujuan: Sebagai awal mula munculnya dua kelompok, yaitu kelompok besar Mahasangika dikenal dengan Mahayana, dan kelompok kecil Sthaviharada dikenal dengan Hinayana.

    •  KONSILI III

    Konsili ini akibat dari kedua kelompok yang berseteru menamakan diri masing-masing. Theravada menamakan diri menjadi Hinayana, dan Mahasanghika menamakan diri menjadi Mahayana.
    Dan pada konsili ini, Abhidhamma Pitakasudah mulai tersusun.

    • KONSILI IV

    Dilaksanakan di Pataliputra, yang bertujuan untuk meneliti kembali ajaran-ajaran Buddha, serta mencegah penyelewengan sehingga terjadi perpecahan di dalam sangha.


    2) Masa Kekuasaan Raja Asoka

    Sebelum Raja Asoka naik tahta, beliau memegang kuasa sebagai raja muda di India Barat. Beliau menggantikan ayahnya sejak masih muda, tetapi penobatannya sebagai raja baru diadakan empat
    tahun kemudian. Beliau adalah seorang yang lemah lembut, ramah dan berbakti, setia kepada agama dan sangat mengasihi rakyatnya. Beliau terpaksa berperang di Deccan dan menaklukkan kerajaan Kalinga.

    Pada tahun 249 SM atau 24 tahun setelah menjadi raja, Raja Asoka mengunjungi tempat-tempat yang berhubungan dengan kehidupan Buddha Gotama. Tempat-tempat tersebut adalah :
    • Kapilavatthu (tempat kelahiran Buddha)
    • Varanasi (tempat Buddha pertama kali mengajarkan Dhamma)
    • Buddhagaya (tempat Buddha mencapai penerangan di pohon Bodhi)
    • Kusinara (tempat parinibbana Buddha
    Di tempat-tempat ini, Raja memberikan dana dan mendirikan tanda-tanda peringatan yang sampai sekarang masih bermakna untuk mempelajari sejarah masa lalu.

    Raja meninggalkan ajaran Brahmana dan mengikuti ajaran Buddha, kemudian beliau menjadi Bhikkhu dan mendirikan 48.000 buah stupa, yang masih tersisa adalah stupa yang terkenal di Sanchi, India Tengah, serta beberapa vihara bagi kaum wanita untuk puterinya. Yang terpenting dalam sejarah pemerintahan Raja Asoka dan membuat namanya terkenal sampai sekarang adalah tulisan-tulisan yang dipahat pada dinding-dinding atau tiang-tiang batu. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Prakrit.
    Prasasti-prasasti tersebut mengandung berbagai undang-undang dan aturan-aturan tentang :
    • agama dan masyarakat
    • perdamaian antaragama
    • upacara
    • kebaktian,dan sebagainya.


    3)     Masa Kemunduran Agama Buddha di India

    Setelah perkembangan yang mengesankan di India selama kurang lebih lima abad, akhirnya agama Buddha mengalami kemunduran. Pada abad ke-7 M, kemerosotan tersebut semakin meluas di India akibat serangan oleh bangsa Hun Putih yang merusak pusat-pusat peribadatan Buddha. Akibat dari hal-hal tersebut, aliran Theravada dan Mahayana lambat laun tersingkir dari India sendiri, terutama karena peranan sangha yang cukup besar dalam penyebaran agama Buddha.

      B. Agama Buddha di China

      Agama Buddha muncul di China kira-kira pada abad pertama Masehi dari Asia Tengah sampai dengan abad ke-8 ketika Negara ini menjadi pusat agama Buddha yang penting. Agama Buddha tumbuh
      pesat selama awal Dinasti Tang (618-907). Dinasti ini memiliki ciri keterbukaan kuat terhadap pengaruh asing dan pertukaran unsur kebudayaan dengan India. Namun, pengaruh asing kembali dianggap negative pada masa akhir Dinasti Tang. Pada tahun 845, Kaisar Tang Wu Tsung melarang semua agama asing untuk lebih mendukung Taoisme yang merupakan ajaran pribumi. Maka dengan ini, berakhirlah kejayaan kebudayaan dan kekuasaan intelektual Buddha.

      Agama Buddha di China juga melahirkan beberapa aliran besar dalam golongan Buddha Mahayana, antara lain:

      • Aliran Chan atau Dhyana yang didirikan oleh Boddhirma pada 527-536 M yang tujuannya adalah untuk kembali kepada ajaran Buddha yang asli dan sangat menekankan pada teks-teks suci.
      • Aliran Vinaya yang didirikan oleh Too Hsuan pada 595-667 M yang ajarannya merujuk kepada Vinaya Pitaka yang berisi mengenai etika dan peraturan-peraturan yang berlaku pada bikkhu dan bikkhuni.
      • Aliran Ching-tu yang didirikan oleh Hin Yun dan T’an Lun yang ajarannya berdasarkan kitab Amithabayana

      Hari suci Buddhis

      klik disini ajaa..

      Konsepsi Tentang Alam dan Manusia Etika (Catur Paramita dan Catur Mara)

      klik disini yooo...