Senin, 04 Juni 2012

Resume Makalah Buddha


TRIPITAKA, CATUR ARYA SATYANI DAN HUKUM KARMA
Secara bahasa Pali: Tipiṭaka; bahasa Sanskerta: Tripiṭaka merupakan istilah yang digunakan oleh berbagai sekte Buddhis untuk menggambarkan berbagai naskah kanon mereka.[1]. Sesuai dengan makna istilah tersebut, Tripiṭaka pada mulanya mengandung tiga "keranjang" akan berbagai pengajaran: Sūtra Piṭaka (Sanskrit; Pali: Sutta Pitaka), Vinaya Piṭaka (Sanskrit & Pali) dan Abhidharma Piṭaka (Sanskrit; Pali: Abhidhamma Piṭaka). Sedangkan yang tertulis dalam bahasa Sanskerta adalah:
  1. Avatamsaka Sutra
  2. Lankavatara Sutra
  3. Saddharma Pundarika Sutra.
  4. Vajracchendika Prajna Paramita Sutra (Kim Kong Keng)
1.      Vinaya Pitaka
Vinaya Pitaka berkaitan dengan aturan tata tertib bhikkhu dan bhikkhuni.Disini digambarkan secara rinci perkembangan bertahap Sasana, juga memberikan catatan kehidupan dan petapaan Sang Buddha.Secara tidak langsung, Vinaya Pitaka mengungkapkan beberapa informasi bermanfaat mengenai sejarah masa lampau, adat India, seni, ilmu pengetahuan, dan lain-lain.
Pitaka ini terdiri dari tiga bagian, yaitu :
●  Sutta Vibhanga
●  Khandhaka
● Parivara
2.  Sutta Pitaka
Sutta Pitaka terdiri dari ceramah-ceramah utama yang diberikan Sang Buddha sendiri dalam berbagai peristiwa. Kitab ini seperti buku resep, karena wacana di dalamnya menjelaskan secara terperinci dan menyesuaikan dengan berbagai kejadian dan perangai berbagai orang yang berbeda-beda.  Kitab ini dibagi menjadi lima Nikaya atau kumpulan, yaitu :
  1. Digha Nikaya (Kumpulan Ceramah Panjang)
Pembagian khotbah-khotbah panjang disusun dalam tiga vagga atau rangkaian.
2.      Majjhima Nikaya (Kumpulan Ceramah Sedang)
Ini merupakan khotbah-khotbah berukuran sedang. Disusun dalam lima belas vagga dan secara kasar digolongkan menurut pokok-pokoknya.
3.      Samyutta Nikaya (Kumpulan Ujaran Setara)
Rangkaian sutta yang “dikelompokkan” atau “dihubungkan” yang berhubungan dengan suatu doktrin khusus maupun yang mengembangkan kepribadian tertentu.
4.      Anguttara Nikaya (Kumpulan Ujaran Berurutan)
Dalam Anguttara Nikaya, pembagiannya benar-benar merupakan pembagian menurut nomor.
5.      Khuddaka Nikaya (Kumpulan Kecil)
3.  Abhidhamma Pitaka
Abhidhamma adalah doktrin analitis mengenai indera mental dan unsur.Abhidhamma Pitaka memuat psikologi dan filosofi moral secara mendalam dari ajaran Buddh Dalam Abhidhamma, segala sesuatu dianalisis dan dijelaskan secara rinci, dan hal demikian disebut Doktrin Analitis (Vibhajja Vada).Empat hal mutlak (Paramattha) diuraikan satu per satu dalam Abhidhamma.Keempat hal itu adalah Citta (Kesadaran), Cetasika (Faktor Mental), Rupa (Bentuk), dan Nibbana.
4. Catur Arya Satyani (Empat Kebenaran Mulia)
Untuk mengetahui dan mengerti mengenai Cattari Ariya Saccani atau Empat Kesunyataan/Empat kebenaran mulia secara singkatnya.
  1. Kesunyataan tentang Dukkha (Dukkha Ariya-Sacca)
  2. Kesunyataan tentang Asal-Mula Dukkha (Dukkha Samudaya AriyaSacca)
  3. Kesunyataan tentang Lenyapnya Dukkha (Dukkhanirodha AriyaSacca)
  4. Kesunyataan tentang Jalan Berakhirnya Dukkha (Dukkhanirodhagaminipatipada AriyaSacca)
  • Hukum Karma
Kamma(bahasa Pali) atau Karma (bahasa Sansekerta) artinya perbuatan. Kamma atau Karma adalah suatu perbuatan yang dapat membuahkan hasil, dimana perbuatan baik akan menghasilkan kebahagiaan dan sebaliknya perbuatan jahat juga akan menghasilkan penderitaan atau kesedihan bagi pembuatnya. Semua perbuatan yang dilakukan atau disertai dengan kehendak berbuat (cetena) merupakan Kamma.Kehendak dapat berarti keinginan, kemauan, kesengajaan atau adannya rencana berbuat.
Perbuatan yang tidak mengandung unsur kehendak dengan sendirinya tidak tergolong Kamma yang dapat menimbulkan akibat atau hasil perbuatan:
1.      Perbuatan yang netral murni, misalnya duduk, berdiri, berjalan, tidur, melihat dan lain-lain menurut keadaan yang wajar.
2.      Perbuatan-perbuatan yang kelihatan baik atau jahat, namun tidak disertai kehendak.
Semua perbuatan akan menimbulkan akibat dan semua akibat akan menimblkan hasil perbuatan. Akibat perbuatan disebut kamma-vipaka, dan hasil perbuatan disebut kamma-phala.
Dari segi perbuatan atau salurannya, kamma dibedakan atas:
Mano-kamma = perbuatan pikiran
Vaci-kamma = perbuatan kata-kata
Kaya-kamma = perbuatan badan jasmani
Sedangkan menurut sifatnya, kamma dapat dibagi menjadi dua bagian:
1.      Kusala-kamma = perbuatan baik
2.      Akusala-kamma = perbuatan jahat  
Jadi Hukum Karma adalah hukum perbuatan yang akan menimbulkan akibat dan hasil perbuatan (kamma-vipaka dan kamma-phala), Hukum kamma bersifat mengikuti setiap Kamma, mutlak-pasti dan harmonis-adil.
Klasifikasi Kamma:
·         Kamma menurut fungsinya
·         Kamma menurut kekuatannya
·         Kamma menurut waktunya.
Pembagian karma menurut fungsinya :
1.      Janaka-kamma: Kamma yang berfungsi menyebabkan timbulnya suatu syarat untuk kelahiran makhluk-makhluk.
2.      Upatthambaka-kamma: Kamma yang mendorong terpeliharannya suatu akibat dari suatu sebab yang telah timbul. Mendorong kusala atau akusala-kamma yang telah terjadi agar tetap berlaku.
3.      Upapilaka-kamma: Kamma yang menekan kamma yang berlawanan agar mencapai kesetimbangan dan tidak membuahkan hasil. Kamma ini menyelaraskan hubungan antara kusala-kamma dengan akusala-kamma.
4.      Upaghataka-kamma: Kamma yang meniadakan atau menghancurkan suatu akibat yang telah timbul, dan menyuburkan kamma yang baru. Maksudnya kamma yang baru itu adalah garuka-kamma, sehingga akibatnya mengatasi semua kamma yang lain.
Apabila seorang dalam hidupnya tidak melakukan garuka-kamma dan di saat akan meninggal tidak pula melakukan Asanna-kamma, maka yang menentukan corak kelahiran berikutnya adalah acinna-kamma. Acinna-kamma atau Bahula-kamma adalah kamma kebiasaan, baik dengan kata-kata, perbuatan maupun pikiran.
 Walaupun seorang hanya sekali berbuat baik, namun karena selalu diingat, menimbulkan kebahagiaan hingga menjelang kematiannya, hal ini akan menyebabkan kelahiran berikutnya mnjadi baik. Demikian juga seorang yang hanya seklain bernuat jahat, karena selalu diingat menimbulkan kegelisahan hingga akhir hidupnya, sehingga akan lahir di alam yang tidak baik. Oleh karena itu apabila kita pernah berbuat jahat, maka perbuatan jahat itu harus dilupakan; demikian pula sebaliknya kalau kita pernah berbuat baik, perbuatan itu perlu selalu diingat.
 
A.    Tilakkhana
Tilakkhana artinya Tiga Corak yang universil dan ini termasuk Hukum kesunyataan, berarti bahwa hokum ini berlaku di mana – mana dan pada setiap waktu. Jadi Hukum ini tidak terikat oleh waktu dan tempat.
a.       Sabbe Sankhara Anicca
b.      Sabbe Sankhara Dukkha.
c.       Sabbe Dhamma Anatta
Disamping paham Anatta yang khas ajaran YMS Buddha Gotama, terdapat pula dua paham lainnya yaitu :
1.      Attavada, ialah paham bahwa atma ( roh ) adalah kekal abadi dan akan berlangsung sepanjang masa. Paham ini tidak dibenarkan oleh YMS Buddha Gotama.
2.      Ucchedavada, ialah paham bahwa setelah mati atma ( roh ) itu pun akan ikut lenyap. Paham ini juga tidak dibenarkan oleh YMS Buddha Gotama.
a.      Anicca
Kata anicca berarti Tidak kekal, yaitu segala sesuatu yang ada di alam semesta ini terus menerus mengalami perubahan. Terdapatlah dua factor, yaitu pembentukan ( uppada ) dan penghancuran ( nirodha )yang berlangsung terus menerus, yang tidak pernah berhenti walau sekejap pun.
b.      Dukkha
Pembahasan yang kedua dari Tilakkhana atau tiga corak umum, ialah tentang kenyataan dari Dukka atau penderitaan, merupakan corak yang khas dari semua kehidupan ( samsara ), yaitu tentang ketidakpuasan pada umumnya.
Menurut YMS Buddha Gotama, bahwa permulaan, kelangsungan dan pengakhiran dari suatu keadaan yaitu seluruh alam ( loka ) dari setiap makhluk hidup,adalah berpusat pada pribadinya sendiri, yakni kelima kelompok kehidupan merupakan pribadi, yaitu terdiri atas jasmani, perasaan, pencerapan, sankhara ( bentuk pikiran ) dan kesadaran. Jelas bahwa bentuk jasmani adalah salah satu unsure pribadi yang dapat dilihat.
Yang menimbulkan Dukkha menurut Hukum Paticca Sammuppada yaitu :
1.      Tanha Diikuti Oleh Upadana
Tanha yaiu keinginan atau kehausan atau kerinduan, dan upadana yaitu kemelekatan  atau ikatan untuk mencapai sesuatu yang di inginkannya.
2.      Upadana Diikuti oleh Bhava
Bhava sesungguhnya yang berarti terbentuk dan disini diartikan sebagai terbentuknya proses kehidupan kita. Maka bergantung kepada Upadana terbentuknya proses kehidupan kita.
3.      Bhava Diikuti oleh Jati, Jaramarana
Jika Bhava ( proses kehidupan atau arus penjelmaan ) ini terbentuk, maka timbullah kelahiran, usia tua, kematian, mengalami kesuksesan atau kegagalan, dengan demikian timbulah segala macam penderitaan.
c.       Anatta
Anatta ini, adalah suatu corak yang universal, yang meliputi semua keadaan dari bentuk – bentuk jasmani dan rohani.

B.     Pattica Samuppada
1.      Bunyi hokum Pattica Samuppada
Perkataan  pattica samuppada terdiri atas : Pattica artinya disyaratkan dan kata Samuppada artinya muncul bersamaan. Jadi perkataan pattica samuppada artinya kurang lebih yaitu muncul bersamaan karena syarat berantai, atau terjemahan yang sering terlihat dalam buku – buku, yaitu Pokok permulaan sebab akibat yang saling bergantungan.
1.      Imasming sati idang hoti
Dengan adanya ini, maka terjadilah itu.
2.      Imassupada idang uppajjati
Dengan timbulnya ini, maka timbullah itu
3.      Imasming asati idang na hoti
Dengan tidak adanya ini, maka tidak adalah itu
4.      Imassa nirodha idang nirujjati
Dengan terhentinya ini, maka terhentilah juga itu

2.      Pattica Samuppada Bersifat Ilmiah
Hukum paticca samuppada ini adalah tidak sama dengan hokum sebab akibat dari Aristoteles, seorang filsuf abad ke lima Sebelum Masehi. Menurut hokum Paticca Samuppada, bahwa dua kejadian itu tidak dapat dianggap terpisah secara tegas satu dari yang lainnya, oleh karena keduanya itu merupakan mata rantai yang berurutan didalam suatu proses yang tidak mengenal sela – sela ( batas ).
Tiada sesuatu kejadian di alam semesa ini yang berdiri sendiri secara mulak. Sesuatu sebab tidak mungkin berdiri sendiri tanpa ada bersama – sama dengan akibatnya. Rumusan keseluruhan hokum pattica Samuppada itu diringkas sebagi berikut : “ Dengan adanya ini, adalah itu, dengan timbulnya ini, timbula itu. Dengan tidak adanya ini, tidak adalah itu, dengan lenyapnya ini, lenyaplah itu.”

C.    Tumimbal Lahir
Tumimbal lahir adalah hokum kelahiran kembali. Semua makhluk akan terus dilahirkan kembali di berbagai alam kehidupan ( sesuai dengan karmanya masing – masing ) selama masih di cengkeram oleh tanha ( nafsu keinginan yang tak kunjung padam ) dan avidya ( ketidaktahuan ).
Tumimbal lahir makhluk hidup ada empat cara, yaitu :
a.       Jalabuja Yoni   : Makhluk yang lahir dalam kandungan
b.      Andaja Yoni     : Makhluk yang lahir dari telur
c.       Sansedaja Yoni : Makhluk yang lahir dari kelembaban
d.      Opapatika Yoni : Makhluk yang lahir dari secara spontan
Tumimbal lahir menjelaskan suatu jalan tengah di antara kedua hal yang bertentangan tersebut. Segala sesuatu memiliki eksistensi tetapi tidak abadi. Jumlah yang sebenarnya dari tumimbal lahir seperti diungkapkan oleh Sang Buddha sebenarnya bervariasi di dalam berbagai subjek wacananya. Namun secara umum ditampilkan 12 hal ( 12 mata rantai saling bergantungan ) yang dianggap telah mewakili ajarannya.
1.      Ketidaktahuan.
2.      Kecenderungan
3.      Kesadaran
4.      Nama dan Bentuk
5.      Pengindraan
6.      Kontak
7.      Perasaan
8.      Idaman atau Kerinduan
9.      Keterikatan
10.  Keberadaan
11.  Kelahiran kembali ( reinkarnasi )
12.  Usia Tua dan Kematian
D.    Nibbana
Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi, suatu keadaan kebahagiaan abadi yang luar biasa. Kebahagiaan nibbana tidak dapat dialami dengan memanjakan indera,tetapi dengan menenangkannya. Nibbana adalah tujuan akhir ajaran Buddha.
                  
Nibbana dapat dicapai dalam hidup sekarang atau dapat pula dicapai setelah mati.
Nibbana yang dicapai semasa hidup di dalam dunia ini, masih mengandung sisa – sisa kelompok kehidupan yang masih ada, seperti yang dicapai oleh YMS Buddha Gotama di dalam kehidupannya di dunia ini.
Jadi nibbana atau nirvana itu dibagi atas dua bagian yaitu :
1.      Nibbana yang masih mengandung sisa – sisa kelima kelompok kehidupan yang masih ada dan ini dicapai dalam kehidupan di dunia ini atau dalam kata Pali disebut SA UPADISESA NIBBANA.
2.      Nibbana yang tidak mengandung sisa – sisa kelima kelompok kehidupan, yang dicapai setelah meninggal dunia atau dalam kata Pali disebut AN UPADISESA NIBBANA.
a.      Delapan Ruas Jalan Utama
Sifat nibbana adalah Esa dan tidak diciptakan, mengandung ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi nibbana itu harus dicapai dengan melaksanakan delapan ruas jalan utama.
Bodhisattva pangeran Siddharta Gotama, melalui pengalaman – pengalamannya sendiri telah menemukan jalan tengah yang telah menghasilkan pandangan dan pengetahuan yang membawa beliau ke ketenangan, pengertian benar, kesadaran agung dan nibbana.
Tetapi sedikit banyaknya harus dipertimbangkan bersama – sama, tentu saja tergantung dengan keadaan dan kesanggupan tiap – tiap orang. Karena ruas – ruas jalan itu sebenarnya satu sama lain saling bergantungan dan saling bantu membantu.
Maka delapan ruas jalan utama atau jalan tengah itu lazim dibagi dalam tiga golongan yang lebih besar, yaitu :
a.       Sila : Tata hidup yang susila dan beradab
b.      Samadhi : Pembinaan disiplin mental
c.       Panna     : Kebijaksanaan / kebijaksanaan luhur

Semadi atau meditasi adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari. Maknaharfiah meditasi adalah kegiatan mengunyah-unyah atau membolak-balik dalam pikiran, memikirkan, merenungkan. Arti definisinya, meditasi adalah kegiatan mental terstruktur, dilakukan selama jangka waktu tertentu, untuk menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengambil langkah-langkah lebih lanjut untuk menyikapi, menentukan tindakan atau penyelesaian masalah pribadi, hidup, dan perilaku. Dengan kata lain, meditasi melepaskan kita dari penderitaan pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif yang secara proporsional berhubungan langsung dengan kelekatan kita terhadap pikiran dan penilaian tertentu. Kita mulai paham bahwa hidup merupakan serangkaian pemikiran, penilaian, dan pelepasan subjektif yang tiada habisnya yang secaraintuitif mulai kita lepaskan. Dalam keadaan pikiran yang bebas dari aktivitas berpikir, ternyata manusia tidak mati, tidak juga pingsan, dan tetap sadar.
Guru terbaik untuk meditasi adalah pengalaman. Tidak ada guru, seminar, atau buku-buku meditasi yang dapat mengajarkan secara pasti bagaimana seharusnya kita melakukan hidup bermeditasi. Setiap orang dapat secara bebas memberikan nilai-nilai tersendiri tentang arti meditasi bagi kehidupannya. Oleh karena hanya dengan mempraktekkan semadi dalam hidup, orang bisa merasakan manfaat suatu perjalanan semadi. Ada banyak arti tentang semadi, di antaranya adalah:
  1. Jalan untuk masuk dalam kesadaran jiwa.
  2. Jalan untuk introspeksi diri.
  3. Jalan untuk berkomunikasi dengan sang pencipta.
  4. Jalan untuk mengubah hidup.
  5. Jalan untuk meraih ketenangan batin.
Manfaat dan kegunaan Meditasi
Manfaat meditasi yang kita lakukan bisa secara langsung maupun tidak langsung kita rasakan secara fisik. Salah satu manfaat tersebut adalah kesembuhan yang kita peroleh, jika kita menderita sakit tertentu. Dari sudut pandang fisiologis, meditasi adalah anti-stres yang paling baik. Saat anda mengalami stres, denyut jantung dan tekanan darahmeningkat, pernapasan menjadi cepat dan pendek, dan kelenjar adrenalain memompa hormon-hormon stres.
Saat ini ilmu pengetahuan menunjukkan manfaat meditasi secara objektif. Riset atas para pendeta oleh Universitas Wisconsin menunjukkan bahwa praktik meditasi melatih otak untuk menghasilkan lebih banyak gelombang Gamma, yang dihasilkan saat orang merasa bahagia.
Dari penelitian terungkap bahwa meditasi dan cara relaksasi lainnya bermanfaat untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal dengan meningkatkan produksi melatonin dan serotonin serta menurunkan hormon streskortisol.
Dr. Herbert Benson, seorang ahli jantung dari Universitas Harvard, adalah orang pertama yang dengan penuh keyakinan menggabungkan manfaat meditasi dengan pengobatan gaya barat. Secara ilmiah, ia menjelaskan manfaat-manfaat dari meditasi yang telah dipraktikkan orang selama berabad-abad. Manfaat meditasi:
  • Apabila anda secara rutin melakukan meditasi, organ-organ tubuh dan sel tubuh akan mengalami keadaan baik dan bekerja lebih teratur.
  • Mampu mengatur dan mengendalikan orang lain serta memaafkannya.
  • Mampu mengerti orang lain dan memaafkannya.
  • Selalu bertekun dalam hidup yang baik, sebagai pembawa berkat bagi sesama.
  • Mampu menerima suka dan duka, kesulitan, dan kebaikan hidup dengan baik.
Praktik semadi atau meditasi adalah alami dan bukanlan praktik baru atau impor di Indonesia. Ada banyak cara untuk bermeditasi, termasuk meditasi sebagai gerakan atau tarian dan meditasi atas bunyi, musik, dan imajeri visual.Ada yang melakukannya sambilbervisualisasi, ada yang melakukannya sambil berkontemplasi ke dalam sebuah konsep (misalnya tentang cinta, kasih sayang,persahabatan, atau Tuhan), ada yang melakukannya sambil merapal mantra atau melakukan afirmasi (meneguhkan diri dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang dapat memberikan motivasi), ada yang melakukannya sambil memandangi cahaya lilin, dan ada juga yang bermeditasi sambil mempertajam sensitivitas indra tubuh dan menghayatinya.
Untuk melakukan meditasi, Anda harus dapat menurunkan frekuensi gelombang otak terlebih dulu dengan cara relaksasi. Kenali irama gelombang yang mengalir yang sering mengacaukan peningkatan kesadaran dalam meditassi agar dapat menemukan cara yang khas untuk membuatnya menjadi selaras. Ada banyak buku bagus mengenai teknik bermeditasi, tapi berikut dasar-dasarnya:
  • Cari tempat yang tenang.
  • Kenakan pakaian yang longgar dan nyaman.
  • Bagi sebagian orang duduk bersila terasa tenang. Anda boleh duduk di atas bantalan atau handuk. Anda juga bisa menggunakan kursi, tapi usahakan duduk hanya pada setengah bagian depan kursi. Ada orang-orang yang suka memakai handuk atau syal pada bahu untuk mencegah kedinginan.
  • Bahu Anda harus rileks dan tangan diletakkan di pangkuan.
  • Buka mata setengah tanpa benar-benar menatap apa pun.
  • Jangan berusaha mengubah pernapasan Anda biarkan perhatian Anda terpusat pada aliran napas. Tujuannya adalah agar kehebohan dalam pikiran Anda perlahan menghilang.
  • Lemaskan setiap otot pada tubuh Anda. Jangan tergesa-gesa, perlu waktu untuk bisa rileks sepenuhnya; lakukan sedikit demi sedikit, dimulai dengan ujung kaki dan terus ke atas sampai kepala.
  • Visualisasikan tempat yang menenangkan bagi Anda. Bisa berupa tempat yang nyata atau khayalan.
Waktu yang baik untuk melakukan meditasi adalah antara pukul 02.00-04.00 dini hari atau subuh. Namun, jika waktu tersebut tidak memungkinan maka dapat dipilih waktu yang cocok tanpa gangguan saat melakukan meditasi.
Meditasi dalam agama Budha terbagi dalam dua macam, yaitu meditasi samatha dan meditasi vipassana. Meditasi samatha yaitu suatu tingkat awal (lokiya/duniawi) untuk mencapai ketenangan jasmani dan batin melalui tercapainya pemusatan pikiran pada satu obyek.12 Dalam meditasi samatha rintangan-rintangan batin tidak dapat dilenyapkan secara menyeluruh, akan tetapi hanya dapat mencapai tingkat-tingkat konsentrasi yang disebut jhana-jhana13 dan mencapai berbagai kekuatan batin. Ketenangan pikiran yang dihasilkan hanyalah salah satu keadaan yang diperlukan untuk mengembangkan pandangan terang.14 Sementara meditasi vipassana yaitu meditasi tingkat akhir (lokuttara/di atas duniawi) yang
tujuannya agar dapat mencapai pandangan terang untuk dapat melihat dengan jelas dan terang tentang proses kehidupan yang selalu berubah tanpa henti (anicca) dan selalu dicengkram oleh penderitaan (dukha) sehingga bias menembus (anatta) tanpa aku/konsep yaitu nirwana.
Jalan Tengah
Jalan tengah atau  majjhimapattipada karena ajarannya dapat menghindari dua hal yang ekstrim, yaitu mencari kebahagiaan dengan menuruti  hawa nafsu yang rendah dan mencari kebahagiaan dengan jalan penyiksaan diri dalam berbagai cara yang dapat di tempuh. Kedelapan jalan mulia tersebut secara garis besar dapat di bagi menjadi sila (hasil dari moral), Samadhi (konsentrasi mental), prajna (kebijaksanaan).
 
Konsepsi Tentang Alam dan Manusia
Etika (Catur Paramita dan Catur Mara)
 
a.      Konsep Tentang Alam
Menurut sang Buddha, bahwa sifat segala sesuatu adalah terus berubah (anicca). Begitu pula dengan sifat alam. Alam bersifat dinamis dan kinetik, selalu berproses dengan seimbang. Unsur-unsur alam yang tampak dalam pandangan Buddha ada empat, yakni unsure padat (pathavi), cair (apo), panas (tejo), gerak (vayo).
Hukum yang berlaku pada alam (alam semesta) dapat dikategorikan dalam lima aturan yang disebut panca niyamadhamma,  yaitu utuniyama (hukum fisika), bijaniyama (hukum biologi), cittaniyama (hukum psikologis), kammaniyama (hukum moral), dhammaniyama (hukum kausalitas). Dalam bahasa pali, alam semesta disebut Loka. Loka bukanlah perkataan yang sudah tertentu pemakaiannya, tapi meliputi material (rupa) dan immaterial (aruka), dan pengertiannya sangat tergantung pada pemakaiannya.
            Namun pengertian yang pokok tidak terlepas dari ajaran Budha, yaitu sesuatu yang terbentuk dari sebab yang mendahuluinnya dan tidak kekal. Loka, yang berakar kata “lok” berarti melihat, secara umum menunjuk kepada sesuatu yang dapat di tanggapi oleh panca indra atau oleh perasaan dan pikiran manusia, sekalipun masih dalam keadaan samar-samar. Mulai dari partikel atom yang tidak terkirakan kecilnya sampai wujud yang besar, mulai dari yang anorganik sampai pada organik, mulai dari yang paling sederhana susunan tubuhnya sampai yang paling rumit seperti halnya tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, dewa,dan brahmana dengan segala kecenderungan, perbuatan dan kehendak mereka. Alam semesta adalah suatu proses kenyataan yang selalu dalam keadaan menjadi. Hakikat kenyataan itu adalah harus perubahan dari suatu keadaan menjadi keadaan lain yang berurutan. Karena itu, alam semesta adalah sankhara yang bersifat tidak kekal (anicca atau anitya), selalu dalam perubahan (dukkha) dan bukan jiwa (atta atau atman. Sankaraloka adalah alam mahluk yang tidak mempunyai kehendak seperti benda-benda mati, batu emas, logam dan semua sumber alamiah yang diperlukan manusia. Termasuk dalam pengertian ini adalah alam hayat yang tidak mempunyi kehendak dan ciptaan pikiran seperti ide, opini, konsepsi, peradaban, kebudayaan dan sebagainya.
Sattaloka adalah alam para mahluk hidup yang mempunyai kehendak mulai dari mahluk hidup yang rendah hingga mahluk yang tinggi, kelihatan atau tidak, seperti setan, manusia, dewa, dan Brahma. Mahluk-mahluk tersebut dibesarkan bukan berdasarkan jasmaniahnya, melainkan berdasarkan sikap bathin, atau hal yang menguasai pikiran dan suka duka sebagai akibatnya.
Disini hidup binatang, manusia, hantu dan badan-badan halus yang jahat. Disekitar meru beradalah matahari, bulan dan bintang-bintang. Diatas meru tinggal berbagai golongan dewa. Dewa lainnya berada di alam yang tinggi, di dalam istana yang melayang-layang. Namun mahluk ini masih tetap berada dalam lingkungan kamma.
Arupaloka adalah alam tanpa bentuk yaitu alam dewa yang tidak berbadan, yang hidup
setelah mencapai tingkatan keempat dalam samadhi.
Menurut kepercayaan agama budha alam tersebut diatas bukan
diciptakan Tuhan, dan Tuhan tidak mengaturnya. Agama budha selalu menghindari
membicarakan persoalan hubungan Tuhan atau Yang Mutlak dengan alam yang tidak
mutlak karena dikhawatirkan dapat menimbulkan problem metafissika yang tidak
habis-habisnya. Segala sesuatu dialam semesta ini dikembalikan dalam rangkain
sebab-akibat, berdasarkan aturan yang berlaku di mana-mana, yang dinamakan
hukum. Dalam pengertian ini, setiap hubungan sebab-akibat harus dianggap
sebagai manifestasi dari suatu hukum yang berlaku di mana-mana.
b.      KonsepTentangManusia
Dalam ajaran agama Buddha, manusia menempati
kedudukan yang khusus dan tampak memberi corak yang dominan pada hampir seluruh
ajarannya. Kenyataan yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari merupakan
titik tolak dan dasar dari seluruh ajaran Buddha. Hal ini dibicarakan dalam
ajaran yang disebut tilakhana (Tiga corak umum agama Buddha), catur arya
satyani (empat kesunyataan mulia), hukum karma (hukum perbuatan), dan tumimbal
lahir (kelahiran kembali).
Manusia, menurut ajaran Buddha, adalah kumpulan dari energi fisik dan mental
yang selalu dalam keadaan bergerak, yang disebut Pancakhanda atau lima kelompok
kegemaran yaitu rupakhanda (jasmani), vedanakhanda (pencerahan), sannakhandha
(pencerapan), shankharakhandha (bentuk-bentuk pikiran), dan vinnanakhandha
(kesadaran) . Kelima kelompok tersebut saling berkaitan dan bergantung satu
sama lain dalam proses berangkai, kesadaran ada karena adanya pikiran, pikiran
timbul disebabkan adanya penyerapan, penyerapan tercipta karena adanya
perasaan, dan perasaan timbul karena adanya wujud atau Rupa. Kelima khanda
tersebut juga sering diringkas menjadi dua yaitu: nama dan rupa. Nama adalah
kumpulan dari perasaan, pikiran, penyerapan dan perasaan yang dapat digolongkan
sebagai unsur rohaniah, sedang Rupa adalah badan jasmani yang terdiri dari
empat unsur materi yaitu unsur tanah, air, api, dan udara atau hawa.
Manusia dalam ajaran Buddha merupakan makhluk dimana jenis kelaminnya ditentukan pada saat pembuahan karena karma dari perbuatannya dalam hidup terdahulu. Ditinjau dari hukum karma, ada akibatnya bila orang melakukan pelanggaran seksual. Ajaran Budhha sangat menuntut disiplin dalam perbuatan seksual.
Tujuan akhir manusia adalah mencapai pencerahan atau Nibbana, dengan
tercapainya nibbana tidak ada lagi keinginan yang diharapkan oleh manusia, tak
ada harapan apapun, tidak lagi memikirkan akan kelangsungan dirinya. Dengan
mencapai tahap ini manusia sudah tidak lagi memiliki keinginan, nafsu-nafsu
kotor, sudah lepas dari segala ikatan dunia dan ikatan kamma itu sendiri.
Manusia memiliki potensi yang tak
terbatas. Dimana potensi trersebut banyak tidak dipergunakan oleh manusia.
Selama manusia tidak menyadari potensi yang dimilikinya, makan akan sulitlah
bagi manusia untuk mencapai tujuan akhir umat Buddha yaitu Nibbana (kebahagian
tertinggi). Nibbana adalah suatu “keadaan”, seperti diajarkan oleh sang Buddha,
Nibbana adalah keadaan yang pasti setelah keinginan lenyap. Api menjadi padam
karena kehabisan bahan bakar. Nibbana adalah padamnya keinginan, ikatan-ikatan,
nafsu-nafsu, kekotoran-kekotoran batin. Dengan demikian Nibbana adalah
kesunyataan abadi, tidak dilahirkan (na uppado- pannayati), tidak termusnah (na
vayo-pannayati), ada dan tidak berubah (nathitassannahattan-pannayati). Nibbana
disebut juga asankhata-dhamma (keadaan tanpa syarat, tidak berkondisi). Dalam
Paramathadi panitika disebutkan Natthi Vanam Etthani Nibbanam (keadaan yang
tenang yang timbul dengan terbebasnya dari tanha/keinginan rendah disebut
Nibbana). Cara untuk mencapai pecerahan adalah
dengan menembus empat kesunyataan mulia (catur arya styani), tekun melakukan
perenungan terhadap kelima skanda sebagai sesuatu yang tidak kekal (anicca),
tidak bebas dari derita (dukkha), dan tanpa aku (anatta). Menyelami bahwa apa
yang disebut makhluk atau diri tidak lain adalah proses atau arus keadaan
mental dan jasmani yang saling bergantung (paticca samuppada). Dengan
menganalisa ia menyelami bahwa semua hanyalah sebuah arus dari sebab dan
akibat. Meneliti dengan cermat sifat sebab-akibat sehingga menembusi alam
kesadaran yang lebih tinggi. Seluruh alam semesta tidak lain adalah berisi
bermacam arus dan getaran yang tidak kekal. Dengan penembusan ini nafsu
keinginan, kehausan akan penjelmaan akan terhenti, dan muncul dalam jalan
kesucian, sampai bersatu dengan Kesadaran Agung Nirvana. Mereka yang mencapai nibbana tidak lagi menaruh perhatian terhadap kelangsungan dirinya. Kematian dapat tiba menurut kehendaknya atau setelah umurnya selesai. Mereka tidak lagi menimbun kamma baru, melainkan sekedar menghabiskan akibat kamma lampaunya.


Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai nibbana yaitu

1.      Kita harus menyadari bahwa umat manusia memiliki potensi
tidak terbatas. Kalau manusia diartikan sebagai mahkluk lemah dan tidak berdaya
yang terus menerus terombang-ambing oleh aliran takdir maka tidak ada
kemungkinan mencapai nibbana.
2.      Adanya dorongan yang kuat dari dalam batin untuk mencapai
nibbana. Keinginan yang kuat bukanlah berasal dari luar. Kesadaran akan
pentingnya keinginan untuk mencapai nibbna ini sangat penting.
3.      Harus ada kesadaran apabila umat manusia akan mendapatkan
hasil kalau dia berusha terlebih dahulu. Ini berarti kalau anda telah menebar
benih, maka anda berhak menuai hasilnya.
Dari tiga hal diatas dapat diambil kesimpulan untuk mencapai nibbana manusia harus memenuhi tiga syarat yaitu menyadari ketidakterbatasan potensi manusia, memiliki keinginan untuk mencapai nibbana dan langsung berusaha mewujudkan keinginan tersebut, dan meyakini bahwa di dunia spiritual tetap berlaku hukum sebab-akibat. Jika anda menabur benih dan berusaha memeliharanya agar tumbuh dengan baik, pasti benih itu akan mendatangkan hasil.
c.       Catur Paramita
Di dalam diri manusia terdapat sifat-sifat Ketuhanan yang di sebut paramita yaitu dalam bathinnya merupakan
segala sumber dari perbuatan baik (kusalakamma) yang tercetus pada pikiran,
ucapan dan badan. Karena itu kita harus bias mengembangkan paramita itu. Demi
kebahagiaan, ketenangan dan kegembiraan hidup kita. Sifat ketuhanan itu terdiri
dari :
1.      Metta ialah cinta-kasih universal yang menjadi akar dari perbuatan baik
(kusala-kamma). Bila ini dikembangkan dosa akan tertekan.
2.      Karuna ialah kasih-sayang universal karena melihat suatu kesengsaraan, yang menjadi akar perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini berkembang lobha akan tertekan.
3.      Mudhita ialah perasaan bahagia (simpati) universal karena melihat makhluk lain
bergembira, yang menjadi akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bial ini berkembang issa akan tertekan
4.      Upekkha ialah keseimbangan bathin universal sebagai hasil dari melaksanakan metta. Karuna. Mudhita dan upekkha, juga merupakan akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini telah berkembang moha akan tertekan, bahkan akan lenyap.
d. Catur Mara
Disamping adanya sifat-sifat ketuhanan,
terdapat pula sifat-sifat setan/ jahat (marra) dalam bathin manusia dan ini
merupakan sumber dari perbuatan buruk (akusalakamma) yang tercetus pada
pikiran, ucapan dan badan. Karena itu kita harus dapat melenyapkannya agar
hidup kita tidak terus-menerus di dalam kesengsaraan dan penderitaan yang tiada
henti-hentinya. Sifat setan/jahat itu terdiri dari :
1.      Dosa          :
ialah kebencian yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan
lenyap bila di kembangkan metta. Dosa ini secara ethica
(ajaran tentang keluhuran buda dan kesopanan) berarti kebencian. Tetapi secara
psychilogis (kejiwaan) berarti pukulan yang berat dari pikiran terhadap objek
bertentangan.
2.      Lobha        : ialah serakah yang menjadi akar dari
perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila di kembangkan karuna.
Lobha ini secara ethica berarti keserakahan/ketamakan. Tetapi secara psychilogi (kejiwaan) berarti terikat  pikiran pada objek-objek
3.       Issa  ialah irihati yaitu perasaan tidak senang melihat makhluk lain berbahagia, yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila dikembangkan mudhita.
4.      Moha ialah kegelisahan bathin sebagai akibat dari perbuatan dosa, lobha, dan issa.
Akan lenyap bila dikembangkan upekkha. Moha berarti kebodohan dan kurangnya
pengertian. Selain itu moha juga disebut Avijja yaitu ketidaktahuan, atau
Annana yaitu tidak berpengetahuan, atau Adassana yaitu tidak melihat.
 
Hari Suci, Tempat Suci, Makna Puja (Doa) Dan Ajaran Tentang Sangha

Para penganut ajaran Buddha sangat mempercayai hari-hari suci (sakral) yang mereka anggap sebagai hari yang agung. Secara tradisi hari suci ini sering direfleksikan dengan menggelar upacara-upacara atau ritual yang bertujuan untuk menghormati, merenungkan sifat-sifat luhur triratna, memperkuat sradha (keyakinan yang benar), membina paramita (sifat baik yang luhur), merenungkan khotbah sang Buddha Gotama, Hari-hari suci yang dipercayai diantaranya adalah :
A.    Hari Suci
 Magha Puja Yaitu hari suci yang diperingati pada saat bulan purnama sidhi, untuk memperingati dua  peristiwa penting dalam sejarah Buddha yaitu:
1.                  Berkumpulnya 1250 Bikhu yang telah mencapai tingkat Arahat di Vihara Veluvana tanpa ada perjanjian pertemuan.
2.                  Sang Buddha Gotama memberikan khotbah “Idhipada Dharma”
Waisak Yaitu hari suci yang jatuh antara bulai Mei-Juni untuk memperingati 5 peristiwa penting yaitu : Lahirnya Sidharta Gautama di taman Lumbini pada tahun 623 SM, Sidharta Gautama mencapai tingkat Bodhi “penerangan sempurna” dan menjadi Buddha pada tahun 588 SM, Buddha Gautama mencapai Parinivana atau Nibbana tahun 543 SM, pada usia 80 tahun di kusinaraga.

 Asadha Pada hari ini para penganut Buddha memperingati 2 peristiwa penting dalam sejarang Sang Buddha Sidharta Gautama :
1.      Saat pertamakalinya Sang Buddha Gautama memberi khotbah “Dharma Cakra Pravartana” atau “khotbah pemutaran roda kebenaran” setelah beliau menjadi Buddha.
2.      Sangha yang pertama muncul dengan Sang Buddha Gautama sebagai Nayaka (ketua)nya.
Kathina Hari suci ini dirayakan tiga bulan setelah Asadha, perayaan ini menyimbolkan rasa terimakasih kepada Sangha, Sangha merupakan lapangan untuk menanam jasa yang tiada bandingnya di alam semesta ini. Dengan adanya Sangha, Buddha Dhamma akan berkembang terus di dunia ini. 
B.      Tempat Suci
Setiap Agama pasti memiliki tempat suci atau yang disucikan, begipula halnya dengan agama Buddha. Budhha memiliki banyak Tempat suci (Sakral) ataupun yang disucikan, hal ini tidak lepas dari makna sejarah, pemakaman, ataupun yang lainnya. Beberapa tempat yang dianggap suci oleh penganut Agama Buddha adalah : Kuil Buddha, Gunung (tempat para dewa), Stupa Borobudur. Bahkan tempat yang biasa saja dapat menjadi tempat suci apabila ada kaitannya dengan hal-hal Ajaran Agama Buddha.
Selain sebagai tempai Suci, tempat yang dipercaya sakral ini juga dijadikan sebagai tempat Ziarah, para penganut Buddha yakin bahwa tempat yang mereka anggap suci setelah itu mereka menziarahinya akan membawa implikasi yang positif dalam kehidupannya, selain mensakralkan tempat-tempat yang nyata, Para penganut Agama Buddha juga mensucikan tempat yang tidak nyata seperti : Apocalypetic kalac khratantra (Roda waktu).

C.      Makna Puja (Do`a)
Dalam agama Buddha Puja (do`a) disebut dengan Paritta, Do`a ini biasanya dilakukan ketika para penganut Buddha melaksanakan kebaktian atau upacara keagaamaan. Dalam setiap kebaktian Do`a atau Paritta ini dibacakan oleh seorang Bhikku namun tidak wajib, dengan kata lain Setiap orang dapat membaca Paritta masing-masing. Paritta secara bahasa artinya “perlingdungan”, isi pritta biasanya syair-syair dalam bahasa Pali. Paritta dipercaya dapat menenangkan jiwa hal ini disebabkan karena setiap bunyi Paritta memiliki efek getaran yang dapat meredakan kegelisahan dan menimbulkan ketenangan pikiran serta membawa kedamaian secara menyeluruh.
D.      Ajaran Tentang Sangha
Sangha adalah pasamuan dari makhluk-makhluk suci atau ariya-puggala. Mereka adalah makhluk-makhluk suci yang telah mencapai pandangan yang bersih dan sila yang sempurna. Tingkatan kesucian yang telah mereka capai terdiri dari sottapati, sakadagami, anagami dan arahat. 
a.       Sottapati adalah tingkat kesucian pertama, dimana mereka masih menjelma tujuh kali lagi sebelum mencapai nirwana. Pada tingkatan ini seorang satopatti masih harus mematahkan belenggu (Sakkayaditthi), keragu-raguan (Vicikiccha), dan ketakhayulan (Silabataparamasa) sebelum dapat meningkat ke sakadagami.
b.      Sakadagami adalah tingkat kedua, dimana para makhluk suci ini harus menjelma sekali lagi sebelum mencapai nirwana.
c.       Anagami adalah tingkatan ketiga, dimana ia tidak harus menjelma lagi untuk mencapai nirwana namun harus mematahkan beberapa belenggu yaitu kecintaan yang indrawi (kamaraga), dan kemarahan atau kebencian (patigha) sebelum mencapai tingkat terakhir, yaitu arahat.  
d.      Nirwana adalah tingkat terakhit dimana para makhluk ini mencapai titik kekosongan atau kebebasan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar