TRIPITAKA, CATUR ARYA SATYANI DAN HUKUM KARMA
Secara
bahasa Pali: Tipiṭaka; bahasa Sanskerta: Tripiṭaka merupakan istilah yang
digunakan oleh berbagai sekte Buddhis untuk menggambarkan berbagai naskah kanon
mereka.[1]. Sesuai dengan makna istilah tersebut, Tripiṭaka pada mulanya
mengandung tiga "keranjang" akan berbagai pengajaran: Sūtra Piṭaka
(Sanskrit; Pali: Sutta Pitaka), Vinaya Piṭaka (Sanskrit &
Pali) dan Abhidharma Piṭaka (Sanskrit; Pali: Abhidhamma Piṭaka). Sedangkan
yang tertulis dalam bahasa Sanskerta adalah:
- Avatamsaka Sutra
- Lankavatara Sutra
- Saddharma Pundarika Sutra.
- Vajracchendika Prajna Paramita Sutra (Kim Kong Keng)
1. Vinaya Pitaka
Vinaya
Pitaka berkaitan dengan aturan tata tertib bhikkhu dan bhikkhuni.Disini
digambarkan secara rinci perkembangan bertahap Sasana, juga memberikan catatan
kehidupan dan petapaan Sang Buddha.Secara tidak langsung, Vinaya Pitaka
mengungkapkan beberapa informasi bermanfaat mengenai sejarah masa lampau, adat
India, seni, ilmu pengetahuan, dan lain-lain.
Pitaka ini
terdiri dari tiga bagian, yaitu :
●
Sutta Vibhanga
●
Khandhaka
● Parivara
2.
Sutta Pitaka
Sutta
Pitaka terdiri dari ceramah-ceramah utama yang diberikan Sang Buddha sendiri
dalam berbagai peristiwa. Kitab ini seperti buku resep, karena wacana di
dalamnya menjelaskan secara terperinci dan menyesuaikan dengan berbagai
kejadian dan perangai berbagai orang yang berbeda-beda. Kitab ini dibagi
menjadi lima Nikaya atau kumpulan, yaitu :
- Digha Nikaya (Kumpulan Ceramah Panjang)
Pembagian
khotbah-khotbah panjang disusun dalam tiga vagga atau rangkaian.
2.
Majjhima
Nikaya (Kumpulan Ceramah Sedang)
Ini
merupakan khotbah-khotbah berukuran sedang. Disusun dalam lima belas vagga dan
secara kasar digolongkan menurut pokok-pokoknya.
3.
Samyutta
Nikaya (Kumpulan Ujaran Setara)
Rangkaian
sutta yang “dikelompokkan” atau “dihubungkan” yang berhubungan dengan suatu
doktrin khusus maupun yang mengembangkan kepribadian tertentu.
4.
Anguttara
Nikaya (Kumpulan Ujaran Berurutan)
Dalam
Anguttara Nikaya, pembagiannya benar-benar merupakan pembagian menurut nomor.
5.
Khuddaka
Nikaya (Kumpulan Kecil)
3. Abhidhamma Pitaka
Abhidhamma
adalah doktrin analitis mengenai indera mental dan unsur.Abhidhamma Pitaka
memuat psikologi dan filosofi moral secara mendalam dari ajaran Buddh Dalam
Abhidhamma, segala sesuatu dianalisis dan dijelaskan secara rinci, dan hal
demikian disebut Doktrin Analitis (Vibhajja Vada).Empat hal mutlak (Paramattha)
diuraikan satu per satu dalam Abhidhamma.Keempat hal itu adalah Citta
(Kesadaran), Cetasika (Faktor Mental), Rupa (Bentuk), dan Nibbana.
4. Catur Arya Satyani (Empat
Kebenaran Mulia)
Untuk
mengetahui dan mengerti mengenai Cattari Ariya Saccani atau Empat Kesunyataan/Empat
kebenaran mulia secara singkatnya.
- Kesunyataan tentang Dukkha (Dukkha Ariya-Sacca)
- Kesunyataan tentang Asal-Mula Dukkha (Dukkha Samudaya AriyaSacca)
- Kesunyataan tentang Lenyapnya Dukkha (Dukkhanirodha AriyaSacca)
- Kesunyataan tentang Jalan Berakhirnya Dukkha (Dukkhanirodhagaminipatipada AriyaSacca)
- Hukum Karma
Kamma(bahasa
Pali) atau Karma (bahasa Sansekerta) artinya perbuatan. Kamma atau Karma adalah
suatu perbuatan yang dapat membuahkan hasil, dimana perbuatan baik akan
menghasilkan kebahagiaan dan sebaliknya perbuatan jahat juga akan menghasilkan
penderitaan atau kesedihan bagi pembuatnya. Semua perbuatan yang dilakukan atau
disertai dengan kehendak berbuat (cetena) merupakan Kamma.Kehendak dapat
berarti keinginan, kemauan, kesengajaan atau adannya rencana berbuat.
Perbuatan
yang tidak mengandung unsur kehendak dengan sendirinya tidak tergolong Kamma
yang dapat menimbulkan akibat atau hasil perbuatan:
1. Perbuatan
yang netral murni, misalnya duduk, berdiri, berjalan, tidur, melihat dan lain-lain
menurut keadaan yang wajar.
2. Perbuatan-perbuatan
yang kelihatan baik atau jahat, namun tidak disertai kehendak.
Semua
perbuatan akan menimbulkan akibat dan semua akibat akan menimblkan hasil
perbuatan. Akibat perbuatan disebut kamma-vipaka, dan hasil perbuatan disebut
kamma-phala.
Dari segi
perbuatan atau salurannya, kamma dibedakan atas:
Mano-kamma
= perbuatan pikiran
Vaci-kamma
= perbuatan kata-kata
Kaya-kamma
= perbuatan badan jasmani
Sedangkan
menurut sifatnya, kamma dapat dibagi menjadi dua bagian:
1. Kusala-kamma
= perbuatan baik
2. Akusala-kamma
= perbuatan jahat
Jadi Hukum
Karma adalah hukum perbuatan yang akan menimbulkan akibat dan hasil perbuatan
(kamma-vipaka dan kamma-phala), Hukum kamma bersifat mengikuti setiap Kamma,
mutlak-pasti dan harmonis-adil.
Klasifikasi Kamma:
· Kamma
menurut fungsinya
· Kamma
menurut kekuatannya
· Kamma
menurut waktunya.
Pembagian karma menurut fungsinya :
1. Janaka-kamma:
Kamma yang berfungsi menyebabkan timbulnya suatu syarat untuk kelahiran
makhluk-makhluk.
2. Upatthambaka-kamma:
Kamma yang mendorong terpeliharannya suatu akibat dari suatu sebab yang telah
timbul. Mendorong kusala atau akusala-kamma yang telah terjadi agar tetap
berlaku.
3. Upapilaka-kamma:
Kamma yang menekan kamma yang berlawanan agar mencapai kesetimbangan dan tidak
membuahkan hasil. Kamma ini menyelaraskan hubungan antara kusala-kamma dengan
akusala-kamma.
4. Upaghataka-kamma:
Kamma yang meniadakan atau menghancurkan suatu akibat yang telah timbul, dan
menyuburkan kamma yang baru. Maksudnya kamma yang baru itu adalah garuka-kamma,
sehingga akibatnya mengatasi semua kamma yang lain.
Apabila
seorang dalam hidupnya tidak melakukan garuka-kamma dan di saat akan meninggal
tidak pula melakukan Asanna-kamma, maka yang menentukan corak kelahiran
berikutnya adalah acinna-kamma. Acinna-kamma atau Bahula-kamma adalah kamma
kebiasaan, baik dengan kata-kata, perbuatan maupun pikiran.
Walaupun seorang hanya sekali berbuat baik,
namun karena selalu diingat, menimbulkan kebahagiaan hingga menjelang
kematiannya, hal ini akan menyebabkan kelahiran berikutnya mnjadi baik.
Demikian juga seorang yang hanya seklain bernuat jahat, karena selalu diingat
menimbulkan kegelisahan hingga akhir hidupnya, sehingga akan lahir di alam yang
tidak baik. Oleh karena itu apabila kita pernah berbuat jahat, maka perbuatan
jahat itu harus dilupakan; demikian pula sebaliknya kalau kita pernah berbuat
baik, perbuatan itu perlu selalu diingat.
A. Tilakkhana
Tilakkhana
artinya Tiga Corak yang universil dan ini termasuk Hukum kesunyataan, berarti
bahwa hokum ini berlaku di mana – mana dan pada setiap waktu. Jadi Hukum ini
tidak terikat oleh waktu dan tempat.
a.
Sabbe Sankhara Anicca
b.
Sabbe Sankhara Dukkha.
c.
Sabbe Dhamma Anatta
Disamping
paham Anatta yang khas ajaran YMS Buddha Gotama, terdapat pula dua paham
lainnya yaitu :
1.
Attavada, ialah paham bahwa atma ( roh )
adalah kekal abadi dan akan berlangsung sepanjang masa. Paham ini tidak
dibenarkan oleh YMS Buddha Gotama.
2.
Ucchedavada, ialah paham bahwa setelah
mati atma ( roh ) itu pun akan ikut lenyap. Paham ini juga tidak dibenarkan
oleh YMS Buddha Gotama.
a. Anicca
Kata
anicca berarti Tidak kekal, yaitu segala sesuatu yang ada di alam semesta ini
terus menerus mengalami perubahan. Terdapatlah dua factor, yaitu pembentukan (
uppada ) dan penghancuran ( nirodha )yang berlangsung terus menerus, yang tidak
pernah berhenti walau sekejap pun.
b. Dukkha
Pembahasan
yang kedua dari Tilakkhana atau tiga corak umum, ialah tentang kenyataan dari
Dukka atau penderitaan, merupakan corak yang khas dari semua kehidupan (
samsara ), yaitu tentang ketidakpuasan pada umumnya.
Menurut
YMS Buddha Gotama, bahwa permulaan, kelangsungan dan pengakhiran dari suatu
keadaan yaitu seluruh alam ( loka ) dari setiap makhluk hidup,adalah berpusat
pada pribadinya sendiri, yakni kelima kelompok kehidupan merupakan pribadi,
yaitu terdiri atas jasmani, perasaan, pencerapan, sankhara ( bentuk pikiran )
dan kesadaran. Jelas bahwa bentuk jasmani adalah salah satu unsure pribadi yang
dapat dilihat.
Yang
menimbulkan Dukkha menurut Hukum Paticca Sammuppada yaitu :
1. Tanha
Diikuti Oleh Upadana
Tanha yaiu keinginan atau kehausan atau
kerinduan, dan upadana yaitu kemelekatan
atau ikatan untuk mencapai sesuatu yang di inginkannya.
2. Upadana
Diikuti oleh Bhava
Bhava sesungguhnya yang berarti
terbentuk dan disini diartikan sebagai terbentuknya proses kehidupan kita. Maka
bergantung kepada Upadana terbentuknya proses kehidupan kita.
3. Bhava
Diikuti oleh Jati, Jaramarana
Jika Bhava ( proses kehidupan atau arus
penjelmaan ) ini terbentuk, maka timbullah kelahiran, usia tua, kematian,
mengalami kesuksesan atau kegagalan, dengan demikian timbulah segala macam
penderitaan.
c. Anatta
Anatta
ini, adalah suatu corak yang universal, yang meliputi semua keadaan dari bentuk
– bentuk jasmani dan rohani.
B. Pattica Samuppada
1. Bunyi
hokum Pattica Samuppada
Perkataan pattica samuppada terdiri atas : Pattica artinya
disyaratkan dan kata Samuppada artinya muncul bersamaan. Jadi perkataan pattica
samuppada artinya kurang lebih yaitu muncul bersamaan karena syarat berantai,
atau terjemahan yang sering terlihat dalam buku – buku, yaitu Pokok permulaan
sebab akibat yang saling bergantungan.
1. Imasming
sati idang hoti
Dengan adanya ini, maka terjadilah itu.
2. Imassupada
idang uppajjati
Dengan timbulnya ini, maka timbullah itu
3. Imasming
asati idang na hoti
Dengan tidak adanya ini, maka tidak
adalah itu
4. Imassa
nirodha idang nirujjati
Dengan terhentinya ini, maka terhentilah
juga itu
2. Pattica
Samuppada Bersifat Ilmiah
Hukum paticca samuppada
ini adalah tidak sama dengan hokum sebab akibat dari Aristoteles, seorang
filsuf abad ke lima Sebelum Masehi. Menurut hokum Paticca Samuppada, bahwa dua
kejadian itu tidak dapat dianggap terpisah secara tegas satu dari yang lainnya,
oleh karena keduanya itu merupakan mata rantai yang berurutan didalam suatu
proses yang tidak mengenal sela – sela ( batas ).
Tiada sesuatu kejadian
di alam semesa ini yang berdiri sendiri secara mulak. Sesuatu sebab tidak
mungkin berdiri sendiri tanpa ada bersama – sama dengan akibatnya. Rumusan
keseluruhan hokum pattica Samuppada itu diringkas sebagi berikut : “ Dengan
adanya ini, adalah itu, dengan timbulnya ini, timbula itu. Dengan tidak adanya
ini, tidak adalah itu, dengan lenyapnya ini, lenyaplah itu.”
C. Tumimbal Lahir
Tumimbal
lahir adalah hokum kelahiran kembali. Semua makhluk akan terus dilahirkan
kembali di berbagai alam kehidupan ( sesuai dengan karmanya masing – masing )
selama masih di cengkeram oleh tanha ( nafsu keinginan yang tak kunjung padam )
dan avidya ( ketidaktahuan ).
Tumimbal
lahir makhluk hidup ada empat cara, yaitu :
a. Jalabuja
Yoni : Makhluk yang lahir dalam
kandungan
b. Andaja
Yoni : Makhluk yang lahir dari telur
c. Sansedaja
Yoni : Makhluk yang lahir dari kelembaban
d. Opapatika
Yoni : Makhluk yang lahir dari secara spontan
Tumimbal
lahir menjelaskan suatu jalan tengah di antara kedua hal yang bertentangan
tersebut. Segala sesuatu memiliki eksistensi tetapi tidak abadi. Jumlah yang
sebenarnya dari tumimbal lahir seperti diungkapkan oleh Sang Buddha sebenarnya
bervariasi di dalam berbagai subjek wacananya. Namun secara umum ditampilkan 12
hal ( 12 mata rantai saling bergantungan ) yang dianggap telah mewakili
ajarannya.
1. Ketidaktahuan.
2. Kecenderungan
3. Kesadaran
4. Nama
dan Bentuk
5. Pengindraan
6. Kontak
7. Perasaan
8. Idaman
atau Kerinduan
9. Keterikatan
10. Keberadaan
11. Kelahiran
kembali ( reinkarnasi )
12. Usia
Tua dan Kematian
D. Nibbana
Nibbana
adalah kebahagiaan tertinggi, suatu keadaan kebahagiaan abadi yang luar biasa.
Kebahagiaan nibbana tidak dapat dialami dengan memanjakan indera,tetapi dengan
menenangkannya. Nibbana adalah tujuan akhir ajaran Buddha.
Nibbana
dapat dicapai dalam hidup sekarang atau dapat pula dicapai setelah mati.
Nibbana
yang dicapai semasa hidup di dalam dunia ini, masih mengandung sisa – sisa
kelompok kehidupan yang masih ada, seperti yang dicapai oleh YMS Buddha Gotama
di dalam kehidupannya di dunia ini.
Jadi
nibbana atau nirvana itu dibagi atas dua bagian yaitu :
1. Nibbana
yang masih mengandung sisa – sisa kelima kelompok kehidupan yang masih ada dan
ini dicapai dalam kehidupan di dunia ini atau dalam kata Pali disebut SA
UPADISESA NIBBANA.
2. Nibbana
yang tidak mengandung sisa – sisa kelima kelompok kehidupan, yang dicapai
setelah meninggal dunia atau dalam kata Pali disebut AN UPADISESA NIBBANA.
a.
Delapan
Ruas Jalan Utama
Sifat nibbana adalah
Esa dan tidak diciptakan, mengandung ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi nibbana
itu harus dicapai dengan melaksanakan delapan ruas jalan utama.
Bodhisattva pangeran Siddharta Gotama,
melalui pengalaman – pengalamannya sendiri telah menemukan jalan tengah yang
telah menghasilkan pandangan dan pengetahuan yang membawa beliau ke ketenangan,
pengertian benar, kesadaran agung dan nibbana.
Tetapi sedikit
banyaknya harus dipertimbangkan bersama – sama, tentu saja tergantung dengan
keadaan dan kesanggupan tiap – tiap orang. Karena ruas – ruas jalan itu
sebenarnya satu sama lain saling bergantungan dan saling bantu membantu.
Maka delapan ruas jalan utama atau jalan
tengah itu lazim dibagi dalam tiga golongan yang lebih besar, yaitu :
a. Sila
: Tata hidup yang susila dan beradab
b. Samadhi
: Pembinaan disiplin mental
c. Panna : Kebijaksanaan / kebijaksanaan luhur
Semadi atau meditasi adalah
praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang
menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari.
Maknaharfiah meditasi adalah kegiatan mengunyah-unyah atau membolak-balik
dalam pikiran, memikirkan, merenungkan. Arti definisinya, meditasi adalah kegiatan
mental terstruktur, dilakukan selama jangka waktu tertentu, untuk menganalisis,
menarik kesimpulan, dan mengambil langkah-langkah lebih lanjut untuk
menyikapi, menentukan tindakan atau penyelesaian masalah pribadi, hidup,
dan perilaku. Dengan kata lain, meditasi melepaskan kita dari penderitaan
pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif yang
secara proporsional berhubungan langsung dengan kelekatan kita
terhadap pikiran dan penilaian tertentu. Kita mulai paham bahwa hidup
merupakan serangkaian pemikiran, penilaian, dan pelepasan subjektif yang tiada
habisnya yang secaraintuitif mulai kita lepaskan. Dalam keadaan pikiran
yang bebas dari aktivitas berpikir, ternyata manusia tidak mati,
tidak juga pingsan, dan tetap sadar.
Guru terbaik
untuk meditasi adalah pengalaman. Tidak ada guru, seminar, atau
buku-buku meditasi yang dapat mengajarkan secara pasti bagaimana seharusnya
kita melakukan hidup bermeditasi. Setiap orang dapat secara bebas
memberikan nilai-nilai tersendiri tentang arti meditasi bagi kehidupannya. Oleh
karena hanya dengan mempraktekkan semadi dalam hidup, orang bisa merasakan
manfaat suatu perjalanan semadi. Ada banyak arti tentang semadi, di antaranya
adalah:
- Jalan untuk masuk dalam kesadaran jiwa.
- Jalan untuk introspeksi diri.
- Jalan untuk berkomunikasi dengan sang pencipta.
- Jalan untuk mengubah hidup.
- Jalan untuk meraih ketenangan batin.
Manfaat dan kegunaan Meditasi
Manfaat
meditasi yang kita lakukan bisa secara langsung maupun tidak langsung kita
rasakan secara fisik. Salah satu manfaat tersebut adalah kesembuhan yang
kita peroleh, jika kita menderita sakit tertentu. Dari sudut
pandang fisiologis, meditasi adalah anti-stres yang paling baik. Saat
anda mengalami stres, denyut jantung dan tekanan darahmeningkat,
pernapasan menjadi cepat dan pendek,
dan kelenjar adrenalain memompa hormon-hormon stres.
Saat ini
ilmu pengetahuan menunjukkan manfaat meditasi secara objektif. Riset atas
para pendeta oleh Universitas Wisconsin menunjukkan bahwa praktik meditasi
melatih otak untuk menghasilkan lebih banyak gelombang Gamma, yang dihasilkan
saat orang merasa bahagia.
Dari penelitian terungkap
bahwa meditasi dan cara relaksasi lainnya bermanfaat untuk mengatasi
gangguan fungsi ginjal dengan meningkatkan
produksi melatonin dan serotonin serta menurunkan hormon streskortisol.
Dr.
Herbert Benson, seorang ahli jantung dari Universitas Harvard, adalah
orang pertama yang dengan penuh keyakinan menggabungkan manfaat meditasi dengan
pengobatan gaya barat. Secara ilmiah, ia menjelaskan manfaat-manfaat dari
meditasi yang telah dipraktikkan orang selama berabad-abad. Manfaat
meditasi:
- Apabila anda secara rutin melakukan meditasi, organ-organ tubuh dan sel tubuh akan mengalami keadaan baik dan bekerja lebih teratur.
- Mampu mengatur dan mengendalikan orang lain serta memaafkannya.
- Mampu mengerti orang lain dan memaafkannya.
- Selalu bertekun dalam hidup yang baik, sebagai pembawa berkat bagi sesama.
- Mampu menerima suka dan duka, kesulitan, dan kebaikan hidup dengan baik.
Praktik
semadi atau meditasi adalah alami dan bukanlan praktik baru atau impor
di Indonesia. Ada banyak cara untuk bermeditasi, termasuk meditasi
sebagai gerakan atau tarian dan meditasi atas bunyi, musik,
dan imajeri visual.Ada yang melakukannya sambilbervisualisasi, ada yang
melakukannya sambil berkontemplasi ke dalam sebuah konsep (misalnya
tentang cinta, kasih sayang,persahabatan, atau Tuhan), ada yang
melakukannya sambil merapal mantra atau
melakukan afirmasi (meneguhkan diri dengan mengucapkan kalimat-kalimat
yang dapat memberikan motivasi), ada yang melakukannya sambil
memandangi cahaya lilin, dan ada juga yang bermeditasi sambil
mempertajam sensitivitas indra tubuh dan menghayatinya.
Untuk
melakukan meditasi, Anda harus dapat
menurunkan frekuensi gelombang otak terlebih dulu dengan
cara relaksasi. Kenali irama gelombang yang mengalir yang sering
mengacaukan peningkatan kesadaran dalam meditassi agar dapat menemukan cara
yang khas untuk membuatnya menjadi selaras. Ada banyak buku bagus mengenai
teknik bermeditasi, tapi berikut dasar-dasarnya:
- Cari tempat yang tenang.
- Kenakan pakaian yang longgar dan nyaman.
- Bagi sebagian orang duduk bersila terasa tenang. Anda boleh duduk di atas bantalan atau handuk. Anda juga bisa menggunakan kursi, tapi usahakan duduk hanya pada setengah bagian depan kursi. Ada orang-orang yang suka memakai handuk atau syal pada bahu untuk mencegah kedinginan.
- Bahu Anda harus rileks dan tangan diletakkan di pangkuan.
- Buka mata setengah tanpa benar-benar menatap apa pun.
- Jangan berusaha mengubah pernapasan Anda biarkan perhatian Anda terpusat pada aliran napas. Tujuannya adalah agar kehebohan dalam pikiran Anda perlahan menghilang.
- Lemaskan setiap otot pada tubuh Anda. Jangan tergesa-gesa, perlu waktu untuk bisa rileks sepenuhnya; lakukan sedikit demi sedikit, dimulai dengan ujung kaki dan terus ke atas sampai kepala.
- Visualisasikan tempat yang menenangkan bagi Anda. Bisa berupa tempat yang nyata atau khayalan.
Waktu yang
baik untuk melakukan meditasi adalah antara pukul 02.00-04.00 dini hari atau
subuh. Namun, jika waktu tersebut tidak memungkinan maka dapat dipilih
waktu yang cocok tanpa gangguan saat melakukan meditasi.
Meditasi
dalam agama Budha terbagi dalam dua macam, yaitu meditasi samatha dan
meditasi vipassana. Meditasi samatha yaitu suatu tingkat awal (lokiya/duniawi)
untuk mencapai ketenangan jasmani dan batin melalui tercapainya pemusatan
pikiran pada satu obyek.12 Dalam meditasi samatha rintangan-rintangan
batin tidak dapat dilenyapkan secara menyeluruh, akan tetapi hanya dapat
mencapai tingkat-tingkat konsentrasi yang disebut jhana-jhana13 dan
mencapai berbagai kekuatan batin. Ketenangan pikiran yang dihasilkan hanyalah
salah satu keadaan yang diperlukan untuk mengembangkan pandangan terang.14
Sementara meditasi vipassana yaitu meditasi tingkat akhir (lokuttara/di
atas duniawi) yang
tujuannya
agar dapat mencapai pandangan terang untuk dapat melihat dengan jelas dan
terang tentang proses kehidupan yang selalu berubah tanpa henti (anicca)
dan selalu dicengkram oleh penderitaan (dukha) sehingga bias menembus (anatta)
tanpa aku/konsep yaitu nirwana.
Jalan Tengah
Jalan
tengah atau majjhimapattipada karena ajarannya dapat menghindari
dua hal yang ekstrim, yaitu mencari kebahagiaan dengan menuruti hawa
nafsu yang rendah dan mencari kebahagiaan dengan jalan penyiksaan diri dalam
berbagai cara yang dapat di tempuh. Kedelapan jalan mulia tersebut secara garis
besar dapat di bagi menjadi sila (hasil dari moral), Samadhi (konsentrasi
mental), prajna (kebijaksanaan).
Konsepsi Tentang Alam dan Manusia
Etika (Catur Paramita dan Catur Mara)
a.
Konsep Tentang Alam
Menurut sang Buddha, bahwa sifat segala sesuatu
adalah terus berubah (anicca). Begitu pula dengan sifat alam. Alam
bersifat dinamis dan kinetik, selalu berproses dengan seimbang. Unsur-unsur
alam yang tampak dalam pandangan Buddha ada empat, yakni unsure padat (pathavi),
cair (apo), panas (tejo), gerak (vayo).
Hukum
yang berlaku pada alam (alam semesta) dapat dikategorikan dalam lima aturan
yang disebut panca niyamadhamma, yaitu utuniyama
(hukum fisika), bijaniyama (hukum biologi), cittaniyama (hukum
psikologis), kammaniyama (hukum moral), dhammaniyama (hukum
kausalitas). Dalam bahasa pali, alam semesta disebut Loka. Loka bukanlah
perkataan yang sudah tertentu pemakaiannya, tapi meliputi material (rupa) dan
immaterial (aruka), dan pengertiannya sangat tergantung pada pemakaiannya.
Namun pengertian yang pokok tidak
terlepas dari ajaran Budha, yaitu sesuatu yang terbentuk dari sebab yang
mendahuluinnya dan tidak kekal. Loka, yang berakar kata “lok” berarti melihat,
secara umum menunjuk kepada sesuatu yang dapat di tanggapi oleh panca indra
atau oleh perasaan dan pikiran manusia, sekalipun masih dalam keadaan
samar-samar. Mulai dari partikel atom yang tidak terkirakan kecilnya sampai
wujud yang besar, mulai dari yang anorganik sampai pada organik, mulai dari
yang paling sederhana susunan tubuhnya sampai yang paling rumit seperti halnya
tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, dewa,dan brahmana dengan segala kecenderungan,
perbuatan dan kehendak mereka. Alam semesta adalah suatu proses kenyataan yang
selalu dalam keadaan menjadi. Hakikat kenyataan itu adalah harus perubahan dari
suatu keadaan menjadi keadaan lain yang berurutan. Karena itu, alam semesta
adalah sankhara yang bersifat tidak kekal (anicca atau anitya), selalu
dalam perubahan (dukkha) dan bukan jiwa (atta atau atman. Sankaraloka
adalah alam mahluk yang tidak mempunyai kehendak seperti benda-benda mati, batu
emas, logam dan semua sumber alamiah yang diperlukan manusia. Termasuk dalam pengertian
ini adalah alam hayat yang tidak mempunyi kehendak dan ciptaan pikiran seperti
ide, opini, konsepsi, peradaban, kebudayaan dan sebagainya.
Sattaloka
adalah alam para mahluk hidup yang mempunyai kehendak mulai dari mahluk hidup
yang rendah hingga mahluk yang tinggi, kelihatan atau tidak, seperti setan,
manusia, dewa, dan Brahma. Mahluk-mahluk tersebut dibesarkan bukan berdasarkan
jasmaniahnya, melainkan berdasarkan sikap bathin, atau hal yang menguasai
pikiran dan suka duka sebagai akibatnya.
Disini
hidup binatang, manusia, hantu dan badan-badan halus yang jahat. Disekitar meru
beradalah matahari, bulan dan bintang-bintang. Diatas meru tinggal berbagai
golongan dewa. Dewa lainnya berada di alam yang tinggi, di dalam istana yang
melayang-layang. Namun mahluk ini masih tetap berada dalam lingkungan kamma.
Arupaloka
adalah alam tanpa bentuk yaitu alam dewa yang tidak berbadan, yang hidup
setelah
mencapai tingkatan keempat dalam samadhi.
Menurut
kepercayaan agama budha alam tersebut diatas bukan
diciptakan
Tuhan, dan Tuhan tidak mengaturnya. Agama budha selalu menghindari
membicarakan
persoalan hubungan Tuhan atau Yang Mutlak dengan alam yang tidak
mutlak
karena dikhawatirkan dapat menimbulkan problem metafissika yang tidak
habis-habisnya.
Segala sesuatu dialam semesta ini dikembalikan dalam rangkain
sebab-akibat,
berdasarkan aturan yang berlaku di mana-mana, yang dinamakan
hukum.
Dalam pengertian ini, setiap hubungan sebab-akibat harus dianggap
sebagai
manifestasi dari suatu hukum yang berlaku di mana-mana.
b.
KonsepTentangManusia
Dalam
ajaran agama Buddha, manusia menempati
kedudukan
yang khusus dan tampak memberi corak yang dominan pada hampir seluruh
ajarannya.
Kenyataan yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari merupakan
titik
tolak dan dasar dari seluruh ajaran Buddha. Hal ini dibicarakan dalam
ajaran
yang disebut tilakhana (Tiga corak umum agama Buddha), catur arya
satyani
(empat kesunyataan mulia), hukum karma (hukum perbuatan), dan tumimbal
lahir
(kelahiran kembali).
Manusia, menurut ajaran Buddha, adalah kumpulan
dari energi fisik dan mental
yang
selalu dalam keadaan bergerak, yang disebut Pancakhanda atau lima kelompok
kegemaran
yaitu rupakhanda (jasmani), vedanakhanda (pencerahan), sannakhandha
(pencerapan),
shankharakhandha (bentuk-bentuk pikiran), dan vinnanakhandha
(kesadaran)
. Kelima kelompok tersebut saling berkaitan dan bergantung satu
sama
lain dalam proses berangkai, kesadaran ada karena adanya pikiran, pikiran
timbul
disebabkan adanya penyerapan, penyerapan tercipta karena adanya
perasaan,
dan perasaan timbul karena adanya wujud atau Rupa. Kelima khanda
tersebut
juga sering diringkas menjadi dua yaitu: nama dan rupa. Nama adalah
kumpulan
dari perasaan, pikiran, penyerapan dan perasaan yang dapat digolongkan
sebagai
unsur rohaniah, sedang Rupa adalah badan jasmani yang terdiri dari
empat
unsur materi yaitu unsur tanah, air, api, dan udara atau hawa.
Manusia
dalam ajaran Buddha merupakan makhluk dimana jenis kelaminnya ditentukan pada
saat pembuahan karena karma dari perbuatannya dalam hidup terdahulu. Ditinjau
dari hukum karma, ada akibatnya bila orang melakukan pelanggaran seksual.
Ajaran Budhha sangat menuntut disiplin dalam perbuatan seksual.
Tujuan
akhir manusia adalah mencapai pencerahan atau Nibbana, dengan
tercapainya
nibbana tidak ada lagi keinginan yang diharapkan oleh manusia, tak
ada
harapan apapun, tidak lagi memikirkan akan kelangsungan dirinya. Dengan
mencapai
tahap ini manusia sudah tidak lagi memiliki keinginan, nafsu-nafsu
kotor,
sudah lepas dari segala ikatan dunia dan ikatan kamma itu sendiri.
Manusia
memiliki potensi yang tak
terbatas.
Dimana potensi trersebut banyak tidak dipergunakan oleh manusia.
Selama
manusia tidak menyadari potensi yang dimilikinya, makan akan sulitlah
bagi
manusia untuk mencapai tujuan akhir umat Buddha yaitu Nibbana (kebahagian
tertinggi).
Nibbana adalah suatu “keadaan”, seperti diajarkan oleh sang Buddha,
Nibbana
adalah keadaan yang pasti setelah keinginan lenyap. Api menjadi padam
karena
kehabisan bahan bakar. Nibbana adalah padamnya keinginan, ikatan-ikatan,
nafsu-nafsu,
kekotoran-kekotoran batin. Dengan demikian Nibbana adalah
kesunyataan
abadi, tidak dilahirkan (na uppado- pannayati), tidak termusnah (na
vayo-pannayati),
ada dan tidak berubah (nathitassannahattan-pannayati). Nibbana
disebut
juga asankhata-dhamma (keadaan tanpa syarat, tidak berkondisi). Dalam
Paramathadi
panitika disebutkan Natthi Vanam Etthani Nibbanam (keadaan yang
tenang
yang timbul dengan terbebasnya dari tanha/keinginan rendah disebut
Nibbana).
Cara untuk mencapai pecerahan adalah
dengan
menembus empat kesunyataan mulia (catur arya styani), tekun melakukan
perenungan
terhadap kelima skanda sebagai sesuatu yang tidak kekal (anicca),
tidak
bebas dari derita (dukkha), dan tanpa aku (anatta). Menyelami bahwa apa
yang
disebut makhluk atau diri tidak lain adalah proses atau arus keadaan
mental
dan jasmani yang saling bergantung (paticca samuppada). Dengan
menganalisa
ia menyelami bahwa semua hanyalah sebuah arus dari sebab dan
akibat.
Meneliti dengan cermat sifat sebab-akibat sehingga menembusi alam
kesadaran
yang lebih tinggi. Seluruh alam semesta tidak lain adalah berisi
bermacam
arus dan getaran yang tidak kekal. Dengan penembusan ini nafsu
keinginan,
kehausan akan penjelmaan akan terhenti, dan muncul dalam jalan
kesucian,
sampai bersatu dengan Kesadaran Agung Nirvana. Mereka yang mencapai nibbana
tidak lagi menaruh perhatian terhadap kelangsungan dirinya. Kematian dapat tiba
menurut kehendaknya atau setelah umurnya selesai. Mereka tidak lagi menimbun
kamma baru, melainkan sekedar menghabiskan akibat kamma lampaunya.
Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai nibbana yaitu
1.
Kita harus menyadari bahwa umat manusia
memiliki potensi
tidak
terbatas. Kalau manusia diartikan sebagai mahkluk lemah dan tidak berdaya
yang
terus menerus terombang-ambing oleh aliran takdir maka tidak ada
kemungkinan
mencapai nibbana.
2.
Adanya dorongan yang kuat dari dalam batin
untuk mencapai
nibbana.
Keinginan yang kuat bukanlah berasal dari luar. Kesadaran akan
pentingnya
keinginan untuk mencapai nibbna ini sangat penting.
3.
Harus ada kesadaran apabila umat manusia akan
mendapatkan
hasil
kalau dia berusha terlebih dahulu. Ini berarti kalau anda telah menebar
benih,
maka anda berhak menuai hasilnya.
Dari
tiga hal diatas dapat diambil kesimpulan untuk mencapai nibbana manusia harus
memenuhi tiga syarat yaitu menyadari ketidakterbatasan potensi manusia,
memiliki keinginan untuk mencapai nibbana dan langsung berusaha mewujudkan
keinginan tersebut, dan meyakini bahwa di dunia spiritual tetap berlaku hukum
sebab-akibat. Jika anda menabur benih dan berusaha memeliharanya agar tumbuh
dengan baik, pasti benih itu akan mendatangkan hasil.
c.
Catur Paramita
Di
dalam diri manusia terdapat sifat-sifat Ketuhanan yang di sebut paramita yaitu
dalam bathinnya merupakan
segala
sumber dari perbuatan baik (kusalakamma) yang tercetus pada pikiran,
ucapan
dan badan. Karena itu kita harus bias mengembangkan paramita itu. Demi
kebahagiaan,
ketenangan dan kegembiraan hidup kita. Sifat ketuhanan itu terdiri
dari
:
1.
Metta ialah cinta-kasih universal yang menjadi akar dari perbuatan baik
(kusala-kamma).
Bila ini dikembangkan dosa akan tertekan.
2.
Karuna ialah kasih-sayang universal karena melihat suatu kesengsaraan, yang
menjadi akar perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini berkembang lobha akan
tertekan.
3.
Mudhita ialah perasaan bahagia (simpati) universal karena melihat makhluk lain
bergembira,
yang menjadi akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bial ini berkembang issa
akan tertekan
4.
Upekkha ialah keseimbangan bathin universal sebagai hasil dari melaksanakan
metta. Karuna. Mudhita dan upekkha, juga merupakan akar dari perbuatan baik (kusala-kamma).
Bila ini telah berkembang moha akan tertekan, bahkan akan lenyap.
d. Catur Mara
Disamping
adanya sifat-sifat ketuhanan,
terdapat
pula sifat-sifat setan/ jahat (marra) dalam bathin manusia dan ini
merupakan
sumber dari perbuatan buruk (akusalakamma) yang tercetus pada
pikiran,
ucapan dan badan. Karena itu kita harus dapat melenyapkannya agar
hidup
kita tidak terus-menerus di dalam kesengsaraan dan penderitaan yang tiada
henti-hentinya.
Sifat setan/jahat itu terdiri dari :
1.
Dosa :
ialah
kebencian yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan
lenyap
bila di kembangkan metta. Dosa ini secara ethica
(ajaran
tentang keluhuran buda dan kesopanan) berarti kebencian. Tetapi secara
psychilogis
(kejiwaan) berarti pukulan yang berat dari pikiran terhadap objek
bertentangan.
2.
Lobha : ialah serakah yang menjadi
akar dari
perbuatan
jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila di kembangkan karuna.
Lobha
ini secara ethica berarti keserakahan/ketamakan. Tetapi secara psychilogi
(kejiwaan) berarti terikat pikiran pada objek-objek
3.
Issa ialah irihati yaitu perasaan tidak senang melihat makhluk lain
berbahagia, yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan
lenyap bila dikembangkan mudhita.
4.
Moha ialah kegelisahan bathin sebagai akibat dari perbuatan dosa, lobha,
dan issa.
Akan
lenyap bila dikembangkan upekkha. Moha berarti kebodohan dan kurangnya
pengertian.
Selain itu moha juga disebut Avijja yaitu ketidaktahuan, atau
Annana
yaitu tidak berpengetahuan, atau Adassana yaitu tidak melihat.
Hari Suci, Tempat Suci, Makna Puja (Doa)
Dan Ajaran Tentang Sangha
Para
penganut ajaran Buddha sangat mempercayai hari-hari suci (sakral) yang mereka
anggap sebagai hari yang agung. Secara tradisi hari suci ini sering
direfleksikan dengan menggelar upacara-upacara atau ritual yang bertujuan untuk
menghormati, merenungkan sifat-sifat
luhur triratna, memperkuat sradha (keyakinan yang benar), membina paramita
(sifat baik yang luhur), merenungkan khotbah sang Buddha Gotama, Hari-hari
suci yang dipercayai diantaranya adalah :
A.
Hari Suci
Magha Puja Yaitu hari suci yang diperingati
pada saat bulan purnama sidhi, untuk memperingati dua peristiwa penting dalam sejarah Buddha yaitu:
1.
Berkumpulnya
1250 Bikhu yang telah mencapai tingkat Arahat di Vihara Veluvana tanpa ada
perjanjian pertemuan.
2.
Sang
Buddha Gotama memberikan khotbah “Idhipada Dharma”
Waisak Yaitu
hari suci yang jatuh antara bulai Mei-Juni untuk memperingati 5 peristiwa
penting yaitu : Lahirnya Sidharta Gautama di taman Lumbini pada tahun 623 SM, Sidharta
Gautama mencapai tingkat Bodhi “penerangan sempurna” dan menjadi Buddha pada
tahun 588 SM, Buddha Gautama mencapai Parinivana atau Nibbana tahun 543 SM,
pada usia 80 tahun di kusinaraga.
Asadha Pada hari ini para penganut Buddha
memperingati 2 peristiwa penting dalam sejarang Sang Buddha Sidharta Gautama :
1.
Saat
pertamakalinya Sang Buddha Gautama memberi khotbah “Dharma Cakra Pravartana”
atau “khotbah pemutaran roda kebenaran” setelah beliau menjadi Buddha.
2.
Sangha
yang pertama muncul dengan Sang Buddha Gautama sebagai Nayaka (ketua)nya.
Kathina Hari suci ini dirayakan tiga bulan setelah Asadha, perayaan
ini menyimbolkan rasa terimakasih kepada Sangha, Sangha merupakan lapangan
untuk menanam jasa yang tiada bandingnya di alam semesta ini. Dengan adanya
Sangha, Buddha Dhamma akan berkembang terus di dunia ini.
B. Tempat Suci
Setiap
Agama pasti memiliki tempat suci atau yang disucikan, begipula halnya dengan
agama Buddha. Budhha memiliki banyak Tempat suci (Sakral) ataupun yang
disucikan, hal ini tidak lepas dari makna sejarah, pemakaman, ataupun yang
lainnya. Beberapa tempat yang dianggap suci oleh penganut Agama Buddha adalah :
Kuil Buddha, Gunung (tempat para dewa), Stupa Borobudur. Bahkan tempat yang
biasa saja dapat menjadi tempat suci apabila ada kaitannya dengan hal-hal
Ajaran Agama Buddha.
Selain
sebagai tempai Suci, tempat yang dipercaya sakral ini juga dijadikan sebagai
tempat Ziarah, para penganut Buddha yakin bahwa tempat yang mereka anggap suci
setelah itu mereka menziarahinya akan membawa implikasi yang positif dalam
kehidupannya, selain mensakralkan tempat-tempat yang nyata, Para penganut Agama
Buddha juga mensucikan tempat yang tidak nyata seperti : Apocalypetic kalac
khratantra (Roda waktu).
C. Makna Puja (Do`a)
Dalam
agama Buddha Puja (do`a) disebut dengan Paritta, Do`a ini biasanya dilakukan
ketika para penganut Buddha melaksanakan kebaktian atau upacara keagaamaan.
Dalam setiap kebaktian Do`a atau Paritta ini dibacakan oleh seorang Bhikku
namun tidak wajib, dengan kata lain Setiap orang dapat membaca Paritta
masing-masing. Paritta secara bahasa artinya “perlingdungan”, isi pritta
biasanya syair-syair dalam bahasa Pali. Paritta dipercaya dapat menenangkan
jiwa hal ini disebabkan karena setiap bunyi Paritta memiliki efek getaran yang
dapat meredakan kegelisahan dan menimbulkan ketenangan pikiran serta membawa
kedamaian secara menyeluruh.
D. Ajaran Tentang
Sangha
Sangha
adalah pasamuan dari makhluk-makhluk suci atau ariya-puggala. Mereka adalah
makhluk-makhluk suci yang telah mencapai pandangan yang bersih dan sila yang
sempurna. Tingkatan kesucian yang telah mereka capai terdiri dari sottapati,
sakadagami, anagami dan arahat.
a. Sottapati adalah tingkat kesucian pertama,
dimana mereka masih menjelma tujuh kali lagi sebelum mencapai nirwana. Pada
tingkatan ini seorang satopatti masih harus mematahkan belenggu (Sakkayaditthi),
keragu-raguan (Vicikiccha), dan ketakhayulan (Silabataparamasa) sebelum
dapat meningkat ke sakadagami.
b. Sakadagami adalah tingkat kedua, dimana para
makhluk suci ini harus menjelma sekali lagi sebelum mencapai nirwana.
c. Anagami adalah tingkatan ketiga, dimana ia
tidak harus menjelma lagi untuk mencapai nirwana namun harus mematahkan
beberapa belenggu yaitu kecintaan yang indrawi (kamaraga), dan kemarahan atau
kebencian (patigha) sebelum mencapai tingkat terakhir, yaitu arahat.
d. Nirwana adalah tingkat terakhit dimana para
makhluk ini mencapai titik kekosongan atau kebebasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar